CHA Alimin Ribut Sujono: Persidangan Terbuka Diliput Media Sebagai Bentuk Pengawasan
Hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin Alimin Ribut Sujono menjadi calon hakim agung kamar Pidana ketiga yang diwawancara di hari pertama, Senin (8/7/2024) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin Alimin Ribut Sujono menjadi calon hakim agung kamar Pidana ketiga yang diwawancara di hari pertama, Senin (8/7/2024) di Auditorium KY, Jakarta. Alimin menjadi sorotan karena sering menangani perkara yang menarik perhatian masyarakat. salah satunya adalah kasus pembunuhan Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Dalam menangani perkara tersebut, Alimin menganggap tekanan dari luar atau kekhawatiran keselamatan keluarga itu sudah menjadi risiko sebagai hakim. Tekanan paling berat justru dari internal, baik dari kolega, maupun pemangku kepentingan di Mahkamah Agung (MA). 

"Kalau memang (penugasan) perkara-perkara silakan itu adalah kewenangan pimpinan untuk menugaskan saya, tapi mohon kalau sudah diberikan jangan diintervensi," ucap Alimin.

Ketika ternyata tekanan itu benar datang, Alimin  memilih diam. Jika merasa tidak bisa mengendalikan diri, misalnya saat diminta datang ke siapa, Alimin tidak hadir. Sikap seperti itu yang membuat Alimin dapat bersikap secara profesional saat bersidang, termasuk dalam memutus media dapat meliput persidangan Ferdy Sambo.

"Karena kasus menarik, kita _open_ supaya masyarakat tahu. Apabila memutus ada _reasoning_-nya, dan sebagai bentuk pengawasan kepada kami. Daripada masyarakat tidak mengetahui, tentu akan bertanya-tanya,” beber Alimin.

Alimin juga memberi perhatian terhadap kasus adat. Misalnya, saat ini di Kalimantan Selatan di mana ia bertugas, ada perusahaan memiliki hak untuk melakukan pengelolaan. Namun di lahan tersebut ternyata ada situs tempat untuk pemujaan. Jika melihat undang-undang, perlindungan terhadap situs seperti ini tidak hanya karena alasan ibadah. Ada hal lain, misalnya lahan yang merupakan sumber mata air bagi masyarakat. Jadi hanya karena perusahaan memiliki hak pengelolaan, bukan berarti memiliki hak untuk menghancurkan. 

“Ini akhirnya sering dikriminalisasi masyarakatnya. Pengambil kebijakan saat memberikan izin, seharusnya memperhatikan agar hal seperi ini tidak terjadi. Jadi lahan tersebut dikeluarkan dari izin pengelolaan,” ujar Alimin. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait