Penghubung KY NTT Ajak Mahasiswa BEM Nusantara Kampanyekan Peradilan Bersih
Penghubung Komisi Yudisial (KY) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengajak mahasiswa Badan Ekesekutif Mahasiswa ( BEM ) Nusantara wilayah NTT menjadi bagian dari mata dan telinga KY dalam mengampanyekan peradilan bersih di bumi NTT.

Kupang (Komisi Yudisial) - Penghubung Komisi Yudisial (KY) Nusa Tenggara Timur (NTT) mengajak mahasiswa Badan Ekesekutif Mahasiswa ( BEM ) Nusantara wilayah NTT menjadi bagian dari mata dan telinga KY dalam mengampanyekan peradilan bersih di bumi NTT.

Koordinator Penghubung KY NTT Hendrikus Ara mengungkap bahwa KY memiliki keterbatasan, baik dari segi jumlah SDM, anggaran dan sisi regulasi yang memberikan kewenangan sangat terbatas kepada KY. Oleh karena itu, ia berharap peran dan dukungan mahasiswa kepada KY. 

Dari sisi SDM, jumlah pegawai KY di Jakarta jumlahnya terbatas yang dibantu oleh Penghubung KY di 20 wilayah provinsi, sementara objek pengawasan KY ada sekitar 8000 hakim yang tersebar di seluruh Indonesia. 

"Di NTT, ada 16 pengadilan negeri, 14 pengadilan agama yang tersebar di berbagai pulau, pengadilan TUN, pengadilan tinggi, pengadilan tinggi agama dan pengadilan militer. Semuanya ini tidak bisa kami jangkau karena keterbatasan SDM dan anggaran," ujar Koordinator Penghubung KY NTT Hendrikus Ara saat memaparkan materi dengan topik "Peran KY dalam Mengawal Penegakan Hukum Berkeadilan" pada Rapat Koordinasi Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Wilayah NTT, Sabtu (12/07/2025) di Kupang, NTT.

Ara melanjutkan, dari sisi regulasi, undang- undang memberikan kewenangan yang sangat terbatas kepada KY, sehingga sifat sanksi yang diberikan KY kepada hakim yang melanggar kode etik hanya sebatas rekomendasi, di mana pelaksanaan penjatuhan sanksi diberikan oleh Mahkamah Agung (MA).

"Oleh karena itu, para mahasiswa agar ikut berperan aktif sebagai bagian dari jejaring KY di wilayahnya masing-masing untuk ikut mengampanyekan peradilan bersih dan juga membantu masyarakat  melaporkan apabila menemukan adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau KEPPH," lanjut Ara.

Ia juga menegaskan untuk mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan, maka lembaga peradilan dan para hakim  harus bersih, profesional, imparsial dan tidak melakukan praktik mafia peradilan. 

"Hal ini penting karena pengadilan sebagai muara terakhir dari peroses penegakan hukum," pungkas Ara. (KY/PKY NTT/Festy)


Berita Terkait