Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta menerima audiensi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera Jakarta, Rabu (10/05) di Ruang Pers KY, Jakarta.
Jakarta (Komisi Yudisial) – “Di seluruh dunia, fungsi hakim hanya fokus pada penanganan perkara saja,” ujar Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta saat menerima audiensi dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera Jakarta, Rabu (10/05) di Ruang Pers KY, Jakarta.
Sukma menjelaskan, sistem satu atap (one roof system) yang diterapkan di Indonesia oleh Mahkamah Agung (MA) kurang tepat. Bahkan, lanjut Sukma, KY belum menemukan negara lain yang menerapkan sistem seperti itu.
“Kita lihat di negara lain yang sistem hukumnya sama, sistem dua atap bukan sesuatu yang haram. MA hanya menangani perkara, sisanya dikerjakan oleh lembaga lain,” jelas Sukma.
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini juga menegaskan bahwa ada anggapan yang keliru bila KY ingin mengambil peran dan fungsi Sekretaris di MA (Sesma), terutama dalam Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUUJH).
“Padahal sebenarnya KY hanya fokus pada manajemen SDM, yang terkait hakim. Sisanya terkait administrasi, keuangan, dan SDM di luar hakim tetap dijalankan oleh Sesma. Jadi tidak benar terkait RUU JH dan shared responsibility bahwa KY ingin mengambil fungsi Sesma. Di dalam UUD 1945, KY hanya menangani hal terkait hakim,” ungkapnya.
Dalam proses rekrutmen hakim di RUUJH, KY kembali dimasukan dalam proses seleksinya walaupun dalam UU KY sebelumnya hal tersebut sudah dicabut dalam judicial review oleh Mahkamah Konstitusi.
“Kenapa KY masuk dalam rekrutmen hakim walaupun sudah dibatalkan oleh MK? Itu karena maunya DPR. DPR merasa bahwa proses rekrutmen oleh MA saja tidak cukup, sehingga KY harus dilibatkan agar hakim yang terpilih adalah hakim yang memiliki integritas yang tidak diragukan lagi,” tutup Sukma. (KY/Noer/Festy)