Jakarta (Komisi Yudisial) – Pimpinan Komisi Yudisial (KY) melakukan audiensi dengan Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Kamis (12/1) di Gedung Nusantara III, Jakarta. Pertemuan itu membahas tentang usulan KY terkait kajian amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Pimpinan KY yang terdiri dari Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari, Wakil Ketua KY Sukma Violetta, Anggota KY Jaja Ahmad Jayus, Joko Sasmito, dan Farid Wajdi diterima langsung oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan beserta Wakil Ketua MPR yang terdiri dari Oesman Sapta, Hidayat Nurwahid, dan E. E. Mangindaan.
Dalam kesempatan tersebut, Aidul menyampaikan alasan kedatangan ke MPR merupakan hasil informasi dalam bentuk dokumen dari tim Pengkajian MPR dan DPD, di mana salah satunya membahas tentang KY. Oleh karena itu, lanjut Aidul, KY merasa berkepentingan untuk menyampaikan usulan berkenaan dengan amandemen UUD 45 yang terkait KY.
Dari kajian tim KY, usulan pertama yang disampaikan berkenaan dengan nama. KY mengusulkan agar nama komisi diubah menjadi dewan.
“Nama ini penting, karena jika berbicara tentang lembaga negara, ada yang namanya dewan, badan, mahkamah, dan cuma KY yang komisi. Karena itu kami sering dianggap sama dengan KPK, KPI, dan lain-lain. Padahal kasusnya berbeda,” ujar mantan dosen ini.
Hal ini juga akan mempengaruhi kewenangan, di mana jika namanya dewan, akan membedakan dengan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Jika MA dan MK mengelola perkara, KY mengelola hakim. Hal tersebut disesuaikan dengan Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang sedang bergulir di DPR saat ini.
Lebih lanjut Sukma Violetta mengungkapkan, ada pihak-pihak yang menyatakan bahwa KY tidak perlu ditempatkan di UUD 1945. Atau jika ditempatkan di UUD 1945, tetapi tidak dimasukan dalam Bab tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Padahal dalam praktik di negara yang menganut sistem Eropa Kontinental yang menjadi salah satu acuan kita, posisi KY ditempatkan di dalam UUD Negara dan diatur dalam Bab kekuasaan Kehakiman. Kami berharap amandemen UUD 1945 bisa meluruskan posisi dan kewenangan KY di UUD 1945,” ujar Sukma.
Saat memberikan tanggapan atas paparan KY, jajaran Pimpinan MPR yang hadir setuju akan perlunya penguatan kedudukan KY dalam UUD 1945. Untuk itu Zulkifli Hasan menyarankan agar KY dapat segera membuat kajian untuk masukan usulan amandemen UUD 1945 agar dapat diberikan secara resmi kepada bagian kajian MPR.
“Semua yang hadir di sini setuju. Namun namanya lembaga negara, pada akhirnya merupakan keputusan politik. Saya persilahkan KY untuk silaturahmi ke fraksi-fraksi di DPR. Yang pasti Pimpinan MPR sepakat banyak yang harus diluruskan dalam UUD 45,” ujar Zulkifli menutup audiensi. (KY/Noer/Festy)