Hakim PN Dijatuhi Sanksi Pemberhentian dengan Hormat
Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) kembali dilanjutkan terhadap hakim terlapor PN pada Selasa (28/2), pukul 10.00 WIB di Gedung MA, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) kembali dilanjutkan terhadap hakim terlapor PN pada Selasa (28/2), pukul 10.00 WIB di Gedung MA, Jakarta. Hakim PN (sekarang hakim PT Pekanbaru, Riau) dijatuhi sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hormat karena melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
 
Sidang MKH yang merupakan usulan dari KY terhadap Hakim PN ini sempat tertunda hingga berlangsung empat kali karena hakim terlapor menjalani operasi jantung. Hakim PN diduga membantu dan menerima uang dari pihak yang berperkara di Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Sumatera Utara, sebesar Rp 1 miliar pada tahun 2009. Rincian pembayaran pertama Rp 50 juta, pembayaran kedua sebesar Rp 300 juta, pembayaran ketiga sebesar Rp 500 juta, dan pembayaran keempat sebesar Rp 150 juta.
 
Agenda sidang MKH yang dipimpin oleh Maradaman Harahap hari ini mendengarkan keterangan pelapor dan saksi. Proses ini diperlukan untuk mengkonfirmasi kepada saksi dan pelapor atas bantahan hakim terlapor yang menyatakan tidak menerima suap atas kasus yang ditanganinya tersebut.
MKH yang tertuang dalam Pasal 22F  (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011  tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial merupakan forum pembelaan diri bagi hakim yang direkomendasikan penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian. MKH sendiri terdiri atas 4 (empat) orang Anggota KY dan 3 (tiga) orang Hakim Agung. Komposisi keanggotaan tersebut bersifat ad hoc atau kasus per kasus.
 
Sebagai informasi, susunan majelis sidang MKH terdiri dari Anggota KY Maradaman Harahap sebagai Ketua Majelis, dan anggota terdiri dari Farid Wajdi, Joko Sasmito, dan Sumartoyo mewakili KY. Sementara MA diwakili oleh Sofyan Sitompul, Andi Samsan Nganro dan Margono.
“Sebagai salah satu officium nobile (profesi mulia), hakim  harus memiliki standar etika yang lebih dari rata-rata orang pada umumnya, sedikit saja pelanggaran terhadapnya maka penegakannya harus tetap dilakukan,” ujar Farid Wajdi dalam siaran pers .
 
Dengan putusan ini menunjukkan keseriusan KY dan MA dalam melakukan pengawasan etika dan perilaku hakim. Oleh karena itu, KY mengimbau kepada seluruh hakim agar senantiasa menjaga etika dan perilakunya ketika melaksanakan tugasnya.
 
“Dan kami terus berusaha untuk menjaga nature lembaga ini melalui frasa “Komisi”, yaitu sebagai wakil dari publik, sekaligus tetap memastikan tabiat dasar pengawasan eksternal yang tidak memiliki esprit de corps. Sehingga yang salah tetap salah, dan tidak ada semangat melindungi,” pungkas Farid. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait