Jakarta (Komisi Yudisial) – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak termasuk hakim yang diawasi Komisi Yudisial (KY). Alasan pengecualian itu tertuang dalam putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa hakim konstitusi bukan objek pengawasan KY karena hakim konstitusi bukanlah hakim profesi seperti hakim biasa.
“Bila hakim biasa tak terikat dengan jangka waktu, tidak demikian dengan hakim konstiitusi yang diangkat hanya untuk jangka waktu lima tahun,” jelas Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi.
Lebih jelas Farid menyatakan, tidak masuknya hakim konstitusi dalam wilayah pengawasan KY adalah berdasarkan tinjauan sistematis dan penafsiran “original intent” perumusan ketentuan UUD 1945.
“Ketentuan mengenai KY dalam Pasal 24B UUD 1945 memang tidak berkaitan dengan ketentuan mengenai MK yang diatur dalam Pasal 24C UUD 1945,” tambahnya.
Selain itu, dengan menjadikan perilaku hakim konstitusi sebagai objek jika pengawasan oleh KY, maka kewenangan MK sebagai pemutus sengketa kewenangan lembaga negara menjadi terganggu dan tidak dapat bersikap imparsial. Khususnya, jika ada sengketa kewenangan antara KY dengan lembaga lain.
Sekadar tambahan informasi, pada tahun 2013 silam, pernah ada operasi tangkap tangan terhadap Ketua MK oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Karena peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) dalam rangka penyelamatan wibawa MK. Perpu Nomor 01 Tahun 2013 tersebut mengamanatkan dua kewenangan baru KY, yaitu membentuk panel ahli untuk melakukan rekrutmen hakim MK dan memfasilitasi pembentukan Majelis Kehormatan MK.
Kemudian DPR mengesahkan Perppu MK itu menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menjadi Undang Undang tertanggal 19 Desember 2013.
Berdasarkan uji materi, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 beserta seluruh lampirannya bertentangan dengan UUD 1945 dan undang-undang tersebut juga diputuskan tidak memiliki kekuatan hukum tetap. Konsekuensinya, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 berlaku kembali sebagai landasan hukum. Sehingga, terhadap pembentukan MKHK dan Panel Ahli Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Hakim Konstitusi menjadi tidak berlaku. (KY/Noer/Festy)