
Jakarta (Komisi Yudisial) – Memasuki hari kedua wawancara terbuka calon hakim agung, Kamis (7/8/2025) di Auditorium KY, Jakarta diikuti dua orang kamar Perdata dan empat orang kamar Agama. Para calon diwawancarai oleh Pimpinan dan Anggota KY, serta Prof. Ningrum Natasya Sirait sebagai pakar kenegarawanan dan Ketua Kamar Perdata MA I Gusti Agung Sumanatha sebagai pakar bidang Perdata.
Calon pertama dari Kamar Perdata adalah Panitera Muda Perdata MA Ennid Hasanuddin. Calon ditanyakan soal membludaknya perkara kasasi dan peninjuan kembali (PK) di Kamar Perdata.
Menurut calon, salah satu penyebabnya adalah tidak ada pembatasan mengenai nilai gugatan dalam perkara. Meskipun sudah dilakukan pembatasan PK, jumlah perkara tetap membludak. Baru minggu lalu calon melihat ada perkara senilai 65 juta sampai di tingkat PK.
“Bukan merebut hak mereka, tetapi hal ini harus dibatasi. MA harus meningkatkan nilai gugatan sederhana,” saran Ennid.
Saat ini nilai batas gugatan sederhana 500 juta, ia menyarankan harus ditingkatkan menjadi 2 miliar sehingga perkara gugatan sederhana dengan nilai di bawah 2 miliar, putusannya final and binding di tingkat pengadilan negeri (PN).
Ia juga menyarankan agar dibuat pembatasan realisasi nilai perkara. Misalnya di tingkat PN dibatasi 5 miliar, tingkat pengadilan tinggi 10 miliar, dan di atas nilai tersebut baru boleh kasasi.
“Pada akhirnya jumlah perkara akan berkurang, maka diharapkan hakim agung punya waktu lebih untuk merenung dan melakukan komtemplasi, judicial activism, atau melakukan pembuatan keputusan yang lebih berkualitas,” ujar Ennid.
Pembatasan perkara juga perlu didukung dalam konteks regulasi yang perlu dibuat. Sesungguhnya MA sendiri sudah punya kewenangan untuk membuat regulasi berdasarkan undang-undang terkait. Misalnya mengenai gugatan sederhana yang diatur dengan Peraturan MA (Perma).
“Kalau secara aturan, MA bisa membuat aturan. Namun akan lebih bagus lagi regulasinya dibuat melalui badan legislatif,” harap Ennid. (KY/Noer/Festy)