Bandung (Komisi Yudisial) - Sinergi Komisi Yudisial (KY) dengan media dan masyarakat sipil menjadi elemen penting dalam menjalankan amanat konstitusi selama dua dekade KY menjaga dan menegakkan integritas hakim. KY terus menggali catatan kritis dan refleksi antara relasi KY dengan media massa dan masyarakat sipil agar tercipta sinergi yang harmonis.
"Sinergi KY dan media tidak akan terjalin kalau tidak ada mutual trust yang sumber kekuatannya adalah data dan komunikasi. KY itu akan dan harus menjadi big data yang dibutuhkan oleh wartawan, sehingga ketika liputan wartawan tidak akan susah cari data," jelas Wartawan Hukumonline.com Muhammad Yasin.
Muhammad Yasin memberi perhatian khusus relasi KY dan media berdasarkan perspektif implementasi keterbukaan informasi publik. Menurutnya, KY telah menorehkan prestasi gemilang menjadi lembaga "Informatif" sehingga memenuhi informasi yang dibutuhkan publik.
Menurutnya, berdasarkan penilaian keterbukaan informasi publik yang dirilis oleh Komisi Informasi Pusat, Komisi Yudisial (KY) berhasil mempertahankan predikat "Informatif" dalam Anugerah Keterbukaan Informasi Publik dengan nilai 95,73.
"Hal ini bukan kerja KY sendirian, informasi yang disampaikan oleh KY itu bermanfaat kalau teman-teman media dan masyarakat memanfaatkan itu. Artinya, mau sehebat apapun informasi yang disampaikan KY, jika tidak dimanfaatkan itu tidak berguna. Pers menjembatani kebutuhan informasi KY dan lembaga-lembaga lain pada masyarakat," jelas Yasin pada Media Gathering KY bertema Sinergitas Komisi Yudisial dengan Media Massa Refleksi Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim, Jumat s.d Minggu, 14 s.d 16 November 2025 di Bandung, Jawa Barat.
Lebih jauh, Yasin memaparkan bahwa di tengah dinamika zaman yang berbeda, esensi pers dalam menyampaikan informasi tidak boleh berubah. Pers tetap harus menjadi sumber pengetahuan yang berbasis pada data, sehingga informasi Kementerian/Lembaga pun ke depan harus kaya akan data. Data akan menjadi modal KY dan media massa untuk bersinergi.
"KY harus ke arah sana, yaitu big data, harus dan tidak mungkin tidak. Pada suatu saat, kekayaan data akan dibangun dari keingintahuan. Di masa depan, jurnalis yang baik itu jurnalis yang kaya data," tambah Yasin.
Dalam kesempatan yang sama, refleksi dan harapan dari masyarakat sipil pada dua dekade KY beriprah disampaikan Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Wilayah Jawa Barat Rizky Ramdani. Rizky menyebutkan, pencari keadilan masih menghadapi kendala besar berupa praktik mafia peradilan, akses peradilan yang mahal dan hambatan akses yang rumit.
"Dua dekade relasi KY dan MA menunjukkan bahwa reformasi peradilan Indonesia belum selesai. Kendala yang terjadi tersebut kian menggerus kepercayaan publik pada integritas hakim maupun pengadilan. Hal ini menjadi hambatan nyata bagi rakyat yang ingin menegakkan keadilan," jelas Rizky.
Ia memberikan solusi, yaitu membangun transparansi, memperkuat integritas hakim, memperluas akses hukum, membangun literasi hukum masyarakat juga harus melakukan evaluasi terus menerus terhadap reformasi peradilan.
Rizky mengungkap salah satu catatan kritis terkait revisi UI KY untuk memperjelas batas pengawasan etik dan teknis yudisial, memberikan kewenangan pemanggilan paksa, dan memperkuat posisi KY dalam pengangkatan hakim sehingga berimbas pada efektifitas KY sebagai pengawas integritas bukan sekadar pemberi rekomendasi.Ia juga menekankan pentingnya pendidikan etik berkelanjutan dan reformasi budaya yang bukan hanya memberikan kurikulum etik sebagai materi wajib untuk seluruh jenjang hakim, namun juga serangkaian deteksi dini pada pelanggaran moral oleh hakim.
"Terakhir, reformasi yudisial tidak boleh melupakan mekanisme pelibatan publik. Harus ada kanal pengaduan yang mudah dilacak sehingga publik dapat memantau tindak lanjut kasus etik. Pelibatan publik ini akhirnya pasti akan berdampak pada meningkatnya kepercayaan terhadap peradilan," tutup Rizky. (KY/Halima/Festy)
English
Bahasa