KY Susun Rekomendasi Kesejahteraan Hakim
Anggota KY selaku Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Kesejahteraan menjadi satu aspek yang diyakini dapat meningkatkan kinerja hakim. Namun, meski belum ada di kondisi ideal, Komisi Yudisial (KY) terus mengupayakan adanya peningkatan kesejahteraan hakim yang berkeadilan dan berkelanjutan.

"Kesejahteraan hakim tidak hanya menyangkut penghasilan atau tunjangan, tetapi juga mencakup rasa aman, dukungan psikologis, keseimbangan kehidupan keluarga, dan pengakuan terhadap martabat profesi," tutur Anggota KY selaku Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Sukma Violetta.

Sukma menyoroti permasalahan yang dihadapi para hakim, seperti ketimpangan beban kerja, tekanan sosial, ancaman keamanan, dan keterbatasan fasilitas kedinasan sehingga memengaruhi stabilitas psikologis dan integritas yudisial. 

Sukma melanjutkan, ada dua instrumen internasional yang dijadikan rujukan utama kesejahteraan hakim, yaitu Nauru Declaration on Judicial Well-being (2024) dan Resolusi Majelis Umum PBB A/79/L.52 (2025). 

"Kedua instrumen ini menegaskan bahwa kesejahteraan merupakan fondasi independensi dan integritas peradilan, bukan isu personal hakim," ungkap Sukma.

Sukma melanjutkan, rekomendasi kebijakan yang disusun KY ini menggunakan pendekatan multidimensi kesejahteraan, yang terdiri dari kesejahteraan finansial dan ekonomi, psikologis dan emosional, sosial dan keluarga, profesional, dan moral dan integritas.

Oleh karena itu, lanjut Sukma, KY akan melakukan sejumlah langkah, seperti menyusun pedoman kesejahteraan sosial-hakim perempuan, agar kebijakan mutasi dan fasilitas lebih ramah keluarga, serta melaksanakan layanan konseling bagi hakim. 

"KY juga mengusulkan agar Mahkamah Agung segera merumuskan PP/Perpres Kesejahteraan Hakim bersama KY dan Kementerian terkait dan menyusun kebijakan jaminan fasilitas mutasi hakim, termasuk biaya pindah, perumahan, dan dukungan keluarga, serta melakukan uji coba sistem mutasi regional, guna menekan dampak sosial mutasi antarwilayah, termasuk bagi hakim perempuan," pungkas Sukma.

Untuk pemerintah dan DPR, rekomendasi berupa pengesahan RUU Jabatan Hakim dan penyusunan PP/Perpres Kesejahteraan Hakim delakukan reformasi sistem mutasi dan klasifikasi pengadilan untuk memastikan proporsionalitas beban kerja dan penghargaan profesional.


Berita Terkait