
Samarinda (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) memberi perhatian pada kasus perempuan dan anak berhadapan dengan hukum yang semakin meningkat jumlahnya. Melalui salah satu tugasnya, KY dapat melakukan pemantauan persidangan perkara perempuan dan anak yang bersifat tertutup. Namun, Tim Pemantauan KY tidak selalu dapat hadir pada sidang yang bersifat tertutup.
"KY memberikan atensi terhadap kelompok rentan, khususnya perkara perempuan dan anak yang sidangnya bersifat tertutup. Namun dalam praktiknya, ada hambatan untuk pemantauan perkara tertutup. Ada sedikit benturan peraturan di sini sehingga bagaimana KY dapat memantau hakim bersidang sesuai kode etik jika sidangnya tertutup dan tidak diawasi?," jelas Kepala Bagian Pemantauan Persidangan Niniek Ariyani dalam diskusi dengan Masyarakat Sipil (CSO) Terkait Perkara Perempuan dan Anak Berhadapan dengan Hukum dalam Pemantauan Sidang Tertutup, Kamis (4/9/2025) di Kantor Penghubung KY Kalimantan Timur, Samarinda. Acara ini hasil kerja sama dengan Australia-Indonesia Partnership for Justice 3 (AIPJ 3).
Lebih lanjut Niniek menjelaskan, dalam menjalankan tugas pemantauan persidangan tertutup ini, KY berharap adanya sinergi antara KY dan masyarakat sipil dan pendamping dalam melakukan pengawasan persidangan perempuan dan anak berhadapan dengan hukum. Hal ini agar persidangan dilaksanakan sesuai dengan hukum acara dan peraturan perundangan lainnya.
"Melalui diskusi ini, KY juga berharap masukan dari rekan-rekan masyarakat sipil terkait pemantauan persidangan tertutup pada perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum," harapnya.
Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII) Eko Riyadi mengamini kendala dalam melakukan pemantauan persidangan tertutup.
"MA memang tidak memberikan akses kepada CSO untuk masuk. Sehingga muncul pertanyaan, proses sidangnya bagaimana, meskipun tidak bisa langsung ikut dalam persidangan kita harus mengetahui," ujar Eko.
Ia melanjutkan, "oleh karena itu, masukan dari diskusi ini diharapkan menjadi bahan untuk evaluasi kepada MA dan penguatan kewenangan KY".
Salah satu peserta diskusi dari Biro Hukum Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, Sudirman, menyampaikan sejak 2019 lembaganya telah melakukan pendampingan.
"Kami bisa masuk ke dalam persidangan tertutup karena korban yang sudah kami dampingi dari kepolisian. Untuk perkara pelecehan seksual, pertanyaan bias yang dapat berdampak secara psikis itu selalu muncul, baik dari hakim atau pengacara.
Terkait pengawasan, maka perlu digodok regulasi yang bisa mengakomodir praktisi yang beririsan,“ pungkas Sudirman. (KY/PKY Kaltim/Festy)