Publik Jadi Mata dan Telinga Awasi Hakim
Asisten Koordinator Penghubung KY Sumatera Barat (Sumbar) Ade Saputra saat menjadi salah satu narasumber program Detak Sumbar bertema "Momentum Bersih-bersih Hakim" di Padang TV, Selasa (15/4/2025).

Padang (Komisi Yudisial) - Kasus suap dan gratifikasi yang menjerat sejumlah hakim menarik perhatian publik. Peristiwa ini menjadi keprihatinan Komisi Yudisial (KY) karena mencoreng citra lembaga peradilan dan menurunkan kepercayaan publik.

"Hal ini tentu sangat memprihatinkan untuk penegakan hukum di Indonesia. KY menyayangkan hal tersebut dilakukan oleh seorang hakim, sehingga tindakan tersebut mencoreng nama baik peradilan," ujar Asisten Koordinator Penghubung KY Sumatera Barat (Sumbar) Ade Saputra saat menjadi salah satu narasumber program Detak Sumbar bertema "Momentum Bersih-bersih Hakim" di Padang TV, Selasa (15/4/2025). 

Menurut Ade, peristiwa ini hendaknya dijadikan momentum bersih-bersih di lembaga peradilan. Ia menegaskan bahwa diperlukan peran dari semua pihak, termasuk publik untuk mengawasi para hakim agar dapat menjaga Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). 

“Saya berharap dan berterima kasih kepada publik yang turut mengambil peran menjadi mata dan telinga untuk mengawasi hakim. Sebab, kasus suap ini sering kali terjadi di ruang sempit dan gelap, sehinga informasi dari masyarakat sangat berharga bagi kami," jelas Ade. 

Tak dipungkiri, lanjutnya, bahwa kasus suap dan gratifikasi juga melibatkan panitera dan pengacara. Untuk itu diperlukan perhatian dari masing-masing lembaga yang mengawasi profesi tersebut. 

"KY selaku lembaga pengawasan hakim senantiasa memantau peristiwa, bahkan sebelum terjadinya peristiwa, sesuai dengan kewenangan yang ada," tambah Ade. 

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Kota Padang Miko Kamal juga menyayangkan hal ini. Terlebih peristiwa ini melibatkan rekan sejawatnya, yaitu advokat. 

"Kita sebenarnya tidak hanya prihatin, tetapi juga berbahagia. Selama ini praktik suap seperti kentut yang tercium, tetapi kita tidak bisa menuduh sembarangan. Kita semakin yakin mafia peradilan itu ada, tindak pidana korupsi di lembaga peradilan itu ada," jelas Miko. 

Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia Provinsi Sumatra Barat Marlis berpendapat bahwa peristiwa ini tidak sekadar kesalahan sistem, tetapi penyimpangan perilaku. Ia menyebutnya sebagai sebuah perilaku yang serakah. Tanpa rasa malu terjadi pada aparat penegak hukum, seperti hakim, polisi, jaksa, panitera, dan advokat. 

"Kami sebagai lembaga yang bergerak dalam pemantauan keuangan negara dan korupsi di Indonesia, semakin frustrasi. Saya berharap KY memiliki kewenangan yang kuat dalam pengawasan hakim," pungkasnya. (KY/Ade/Festy)


Berita Terkait