
Cirebon (Komisi Yudisial) – Fenomena "no viral no justice" mencerminkan kritik terhadap penegakan hukum karena belum berjalan baik. Banyak kasus yang harus viral terlebih dulu di media sosial, sebelum akhirnya mendapatkan keadilan.
"Fenomena no viral no justice sebenarnya lebih pada kritik atau bentuk lain sinisme yang meyakini bahwa penegakan hukum itu tidak akan berjalan tanpa tekanan viral," jelas pegiat literasi digital dan Kaprodi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Cirebon (UMC)
Ida Ri’aeni saat menjadi narasumber Edukasi Publik Komisi Yudisial (KY) “Dua Dekade Menjaga dan Menegakkan Integritas Hakim: Bersuara Lewat Konten, Wujudkan Peradilan Bersih” di Cirebon, Jawa Barat, Jumat (25/7/2025) di Cirebon.
Fenomena "no viral, no justice" adalah fenomena konten viral yang menuntut keadilan instan. Banyak kasus hukum mendapat perhatian luas hanya setelah viral. Dampak positifnya, perhatian publik terhadap suatu kasus meningkat. Namun risikonya, tekanan sosial memengaruhi proses hukum untuk objektif.
Ida kemudian membagikan tip bagaimana membuat konten aspiratif. Pertama, pahami isu yang diangkat. Kedua, gunakan tagar yang mendorong gerakan positif. Jika memungkinkan kolaborasi dengan akun-akun edukatif atau advokasi.
“Gunakan narasi yang adil dan berimbang. Hindari _ad hominem_ dan ujaran kebencian. Terakhir, sertakan data dan sumbernya,” ujar Ida.
Hal senada disampaikan Dekan Fakultas Hukum UMC Elya Kusuma Dewi yang membenarkan bahwa adanya media sosial membuat publik menjadi semakin terbantu untuk menumbuhkan kesadaran hukum. Media sosial memungkinkan publik untuk lebih aktif mengawasi dan mengontrol perilaku sosial, baik dalam bentuk tanggapan terhadap kejadian-kejadian tertentu maupun terhadap perilaku yang dianggap melanggar norma hukum.
Elya mengajak peserta yang hadir untuk ikut berperan aktif dalam penegakan hukum di Indonesia melalui kanal media sosial yang dimiliki, sesuai dengan etika dan aturan hukum.
”Kalau bukan kita, siapa lagi (peduli) di kala carut marutnya penegakan hukum di Indonesia? Mari kita bersama-sama dengan bijak menggunakan media sosial, baik melalui Tiktok, Instagram, Youtube dan lainnya untuk turut serta mengawal penegakan hukum di Indonesia,” pungkas Elya. (KY/Noer/Festy)