Yogyakarta (Komisi Yudisial) – Fenomena "no viral, no justice" harus disikapi bijak oleh pengguna media sosial. Pasalnya, berita viral belum tentu benar, sehingga pengguna media sosial harus bijak. Informasi hukum yang invalid atau hoaks di media sosial harus diluruskan, jangan ikut arus.
Dosen Sekolah Tinggi Multi Media "MMTC" Yogyakarta Diyah Ayu Karunianingsih menyampaikan masyarakat beranggapan kalau tidak viral, maka tidak akan mendapatkan keadilan. Fenomena no viral, no justice" dianggap efektif untuk mendapatkan keadilan. Ia juga mengamini sisi positif dari media sosial adalah saluran yang tepat untuk berkomunikasi dengan masyarakat.
“Konten viral di medsos tidak lepas dari peran media massa. Isu yang viral di medsos menjadi makanan media massa. Misalnya dalam kasus Gus Miftah yang sampai harus berhenti dari jabatan,” jelas Diyah Ayu Karunianingsih saat menjadi narasumber dalam Edukasi Publik dengan tema “Menyuarakan Peradilan Bersih Lewat Media Sosial”, Jumat (6/12/2024) di Yogyakarta.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Muhammad Fatahillah Akbar menambahkan, fenomena "
"no viral, no justice" menjadi tantangan tersendiri dalam penegakan hukum. Menjadi hakim sudah berat, ditambah tekanan masyarakat melalui media sosial.
“Jadi hakim terpengaruh tweet atau video viral, bukan keterangan saksi lagi, akan menjadi berbahaya. Misalnya dalam kasus Agus (difabel) terakhir. Saat viral di awal, masyarakat meragukan Agus sebagai pelaku. Padahal seharusnya masyarakat memikirkan korbannya terlebih dahulu," ujar Akbar.
Meskipun masyarakat tidak puas dengan kinerja kepolisian saat ini, namun menurut Akbar, jika berbicara kekerasan seksual, maka harus memastikan menjaga kerahasiaan identitas korban. (KY/Noer/Festy)