KY Jelaskan Alasan Meloloskan Calon Hakim Agung Pajak Meski Tak Penuhi Syarat Pengalaman Kerja 20 Tahun
Komisi Yudisial (KY) menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Rabu (23/10/2024) di Auditorium KY, Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Rabu (23/10/2024) di Auditorium KY, Jakarta. Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Juma'in menjelaskan soal penolakan usulan calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Juma’in menjelaskan bahwa pengadilan pajak dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 pada 12 April 2022, sehingga berusia 22 tahun. Sedangkan mayoritas hakimnya merupakan mantan pegawai senior di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang keilmuan awalnya bukan sarjana hukum. Persyaratan rekrutmen CHA adalah setidaknya berpengalaman di bidang hukum minimal 20 tahun, di mana mantan pegawai Kemenkeu yang menjadi hakim pengadilan pajak mayoritas sudah berusia setidaknya minimal 40 tahun. 

“Sehingga jika mengikuti syarat CHA, mereka baru bisa ikut rekrutmen CHA di usia 60 tahun paling cepat. Sedangkan kebutuhan hakim agung Kamar TUN khusus pajak urgensinya tinggi, karena saat ini cuma tinggal satu hakim agung spesialisasi pajak,” beber Juma’in. 

Oleh karena itu, KY meloloskan calon hakim agung Kamar TUN khusus pajak tersebut, dengan alasan kebutuhan perkara pajak yang menumpuk di MA. Namun DPR menganggap hal tersebut tidak memenuhi persyaratan, sehingga menyebabkan semua calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA ditolak oleh DPR.

Juma’in menjelaskan bahwa KY tidak dapat berbuat banyak, karena memang ketentuan undang-undangnya mengharuskan seperti itu. Tahap akhir seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA ditentukan oleh DPR yang memiliki hak menyetujui atau menolak calon yang diajukan KY.

“Ini yang salah satunya sedang didorong dalam revisi undang-undang tentang KY, termasuk agar sanksi terhadap hakim yang melanggar KEPPH tidak lagi hanya berupa rekomendasi,” pungkas Juma’in. (KY/Noer/Festy)

 


Berita Terkait