Soe (Komisi Yudisial) - Penghubung Komisi Yudisial (KY) Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerja sama dengan Institut Pendidikan Soe (IPS) menggelar dialog nasional kelembagaan bertema “Peran Serta Komisi Yudisial dan Masyarakat dalam Mewujudkan Peradilan Bersih”, Selasa (22/11) di Aula IPS, NTT. Selain untuk mengedukasi masyarakat terkait kedudukan, wewenang, dan tugas KY, kegiatan ini untuk menggalang partisipasi dan membangun sinergisitas dalam mewujudkan peradilan bersih.
Koordinator Penghubung KY Wilayah NTT Hendrikus Ara menyampaikan bahwa KY membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat dalam menjalankan wewenang dan tugasnya menjelaskan bahwa KY memiliki dua kewenengan utama, yaitu mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Menurutnya, KY memiliki keterbatasan SDM untuk melakukan wewenang dan tugasnya. Memang sudah ada Penghubung KY yang tersebar di 20 wilayah, tetapi hakim jumlahnya ribuan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Di wilayah NTT, ada 16 pengadilan negeri, 14 pengadilan agama, pengadilan tinggi, PTUN, PT Agama dan juga pengadilan militer. Penghubung KY NTT sangat terbatas untuk bergerak sendiri. Oleh karena itu, peran serta masyarakat sangat diharapkan sebagai bagian dari mata, telingga, maupun sebagai pelaku di lapangan untuk bersama mewujudkan peradilan bersih," jelas Ara.
Rektor IPS Soe Ared J. Billik memberikan apresisasi kepada Penghubung KY NTT yang telah menggelar dialog kelembagaan ini.
“Sebagai akademisi dan mahasiswa, kami juga merasa terpanggil untuk mengenal lebih dekat dengan KY. Kami mendukung KY dalam pengawasan hakim dan menciptakan peradilan bersih, karena bertujuan untuk kebaikan dan keadilan bagi seluruh masyarakat,” ujar Ares J. Billik.
Sementara Ketua Forum Jejaring Peduli Peradilan Bersih di Kabupaten Timor Tengah Selatan Kosmas Dihe Sanga menyinggung carut marutnya hukum di Indonesia. Kosmas juga menyinggung Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang seharusnya menjadi pedoman bagi hakim masih belum sepenuhnya ditaati. Ia menyoroti OTT yang pernah terjadi terhadap hakim dan aparat pengadilan.
"Sebagai jejaring, kami berharap agar ke depan adanya sinergi dan pola kerja yang terukur dalam membantu KY menjalankan tugas pengawasannya. Misalnya, perlu ada ToT dan penyusunan standar pemantauan dan laporan dari jejaring KY," pungkas Kosmas. (KY/NTT/Festy)