CH ad hoc HAM Judhariksawan: Hukuman Mati Wajib Diputus Melalui Peradilan yang Fair
Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) ketiga adalah Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Judhariksawan. Panelis bertanya mengenai pandangan calon mengenai hukuman mati yang sering disuarakan publik sebagai pelanggaran HAM.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) ketiga adalah Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Judhariksawan. Panelis bertanya mengenai pandangan calon mengenai hukuman mati yang sering disuarakan publik sebagai pelanggaran HAM.

Judhariksawan membenarkan bahwa secara praktiknya di masyarakat internasional, pandangan hukuman mati terbagi menjadi dua konsep besar. Pertama, HAM yang dipandang sebagai hal universal dan padangan kedua adalah HAM sebagai hal partikularis.

"Ada yang memandang HAM sepenuhnya adalah universal. Misalnya negara-negar Eropa yang telah menghapus hukum mati karena menilai hak hidup adalah hak prerogatif Tuhan. Tapi kenyataannya ada juga ideologi tertentu dalam masyarakat dunia yang masih menganut bahwa hukuman mati dibolehkan," ungkap calon di Auditorium KY, Kamis (19/10).

Dibolehkannya hukuman mati pada negara yang menganut praktik-praktik yang partikuralis juga disorot calon sebagai hal yang tidak semena-mena boleh dilakukan atau tanpa syarat. Judhariksawan kembali menjelaskan, bahwa hukuman mati hanya diputus atas alasan-alasan yang sangat berat dan tetap dengan mekanisme peradilan yang berimbang .

"Kalau indonesia masih menganut hukuman mati seperti masih termuat di Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Hal itu merupakan salah satu konsep yang dilaksanakan oleh negara ini seperti negara-negara lain yang menganut partikularisme. Tapi pelaksanannya wajib dengan proses peradilan yang fair," tegas Judhariksawan.

Selain panelis, publik juga meminta calon menyebutkan pekerjaan rumah penanganan HAM di Indonesia pasca Indonesia resmi menjadi Anggota Dewan HAM. Calon menyoroti pada aspek transparansi perlu diperkuat sebagai salah satu upaya perbaikan.

"Terpilihnya Indonesia sebagai Anggota Dewan HAM menunjukkan bahwa ada penilaian yang positif dalam penanganan HAM di negara ini, walaupun dalam beberapa peristiwa yang terjadi masih ada yang kurang. Yang mendasar adalah penanganan HAM perlu mengutamakan transparansi," tutup calon. (KY/Halimatu/Festy)

 


Berita Terkait