Jakarta (Komisi Yudisial) – Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial (KY) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melakukan pertemuan dan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama pada Senin (16/01) di Ruang Rapat Pimpinan KY, Jakarta. Penandatangan perjanjian kerja diwakili oleh Sekretaris Jenderal KY Arie Sudihar dan Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo.
Dalam kesempatan tersebut Ketua KY Mukti Fajar Nur Dewata menyampaikan kerja sama ini merupakan upaya yang penting untuk membangun sinergisitas dengan berbagai lembaga. Hal ini agar tugas mengawal dan menjaga integritas hakim sesuai dengan regulasi dan peraturan perundang-undangan, serta implementasi menjaga kehormatan, keluhuran martabat, dan integritas hakim tidak melebihi kewenangan antar lembaga. Sinergisitas ini telah dilakukan oleh KY ke beberapa lembaga, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sekarang dengan Dirjen Pajak Kemenkeu.
“Kerja sama dengan Dirjen Pajak Kemenkeu sangat penting dilakukan. Hal ini guna memonitor kasus perpajakan, dan bertukar informasi dalam rangka seleksi calon hakim agung (CHA),” ujar Mukti.
Hakim agung yang kompeten agak sulit ditemukan jika calon hakim agung dalam proses seleksi jumlahnya sedikit. Maka, diperlukan satu upaya untuk mendorong perbaikan proses seleksi CHA. Diskusi yang pernah dilakukan salah satunya dengan Komisi III DPR, yakni dengan mendorong untuk terbitnya regulasi yang memungkinkan mendapatkan formasi CHA yang lebih banyak. Hal ini agar mendapat CHA yang bervariatif dalam pemahaman hukum.
“KY memiliki isu sumber daya manusia yang kurang untuk mendukung dan mengimplementasi tugas dan wewenang KY dalam menjaga martabat kehormatan hakim. Oleh karena itu, kerja sama dengan Direktorat Jenderal Pajak dapat membantu implementasi tersebut,” harap Mukti.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyatakan bahwa ada isu mengenai yurisdiksi peradilan, kepailitian, dan letak di mana tindak pidana itu dilakukan oleh wajib pajak. Hal tersebut seringkali menyulitkan bagi Dirjen Pajak dalam mengusut pelanggaran pajak. Oleh karena itu, Dirjen Pajak membuka diskusi dan bersinergi dengan MA untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. MA telah memberikan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) untuk memberikan arahan kepada peradilan pajak.
“Hal itu pula menjadi dasar bagi Dirjen Pajak Kementerian Keuangan untuk kerja sama dengan KY untuk mengawasi hakim di peradilan pajak. Dinamika yang sering terjadi di lapangan terkait kasus pajak yakni seringkali terjadi perbedaan putusan satu dengan lainnya meskipun pokok perkaranya sama,” beber Suryo.
Tiap tahun kasus sengketa pajak yang naik ke Peninjauan Kembali di MA hampir 4.300 kasus. Meskipun hakim pajak banyak sarjana hukum, tapi kurang berpengalaman mengenai perpajakan. Faktor lainnya yakni karena hakim pajak bukan hakim karier, dan banyak ahli pajak yang mutasi kerja.
“Isu ini sangat penting terutama kepatuhan dan pemahaman terkait pajak menjadi hal utama dan menjadi ukuran awal yang bagus dalam hal menilai CHA. Apabila ada pansel yang membutuhkan data Dirjen Pajak terkait kepatuhan CHA, maka Dirjen Pajak sangat mendukung, khususnya apakah CHA terlibat sengketa atau dalam menilai tingkat kepatuhan pajak CHA,” pungkas Suryo. (KY/Noer/Festy)