Yogyakarta (Komisi Yudisial) - KY diberi tugas mengambil langkah hukum dan langkah lain terhadap perbuatan merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim (PMKH) melalui Pasal 20 ayat (1) huruf e UU No. 18 Tahun 2011 tentang KY, yang kemudian diturunkan dalam Peraturan KY Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim. Namun, PMKH sering disamakan dengan CoC.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Tahun 2019 terkait contempt of court mendapatkan banyak resistensi dari berbagai pihak. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Arief Setiawan menilai terdapat pasal yang mengancam reformasi peradilan dan demokrasi. Salah satunya, dalam draft RKUHP per 28 Agustus 2019 khususnya pada Pasal 281 dan 282 tindak pidana terhadap proses peradilan (contempt of court).
“Pasal 281 dan 282 RKUHP telah diluncurkan sebagian menyetujui isinya, namun juga sebagian publik menilai sebagai pasal karet yang menimbulkan banyak pertentangan. Hal ini perlu hati-hati jika memang nantinya akan disahkan, karena berpotensi menimbulkan kriminalisasi terhadap profesi advokat," ujar Arief.
CoC sendiri menurut Arief adalah perbuatan yang disengaja dilakukan untuk menghambat, bahkan mengurangi kehormatan dan keluhuran martabat serta dan kewibawaan hakim. Untuk itu, tidak hanya pihak-pihak di luar pengadilan saja yang perlu diatur, namun juga pihak dari dalam pengadilan.
“Jika kita mengacu pada empat bagian dalam RKUHP yang dikategorikan sebagai tindak pidana dalam CoC yang dilakukan oleh pihak berperkara, salah satunya adalah masyarakat pencari keadilan. Jika dilihat kenyataannya, maka tidak hanya pihak tersebut saja. Namun perlu juga diwaspadai pihak penegak hukumnya yang ternyata belakangan banyak melakukan perbuatan CoC. Dengan demikian, hal itu juga perlu diatur dalam RKUHP sehingga jangan sampai terjadi CoC," jelas Arief.
Lebih lanjut Arief menjelaskan ada tujuh poin yang diatur dalam RKUHP terkait CoC dalam bentuk atau ruang lingkup kriminal, yaitu: gangguan di muka atau di dalam ruang sidang pengadilan, perbuatan untuk mempengaruhi proses peradilan yang tidak memihak, perbuatan yang memalukan atau menimbulkan skandal bagi pengadilan, mengganggu pejabat pengadilan, pembalasan terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan selama proses peradilan berjalan, pelanggaran kewajiban oleh pejabat pengadilan, dan pelanggaran oleh pengacara. (KY/Adnan/Festy)