Hari ketiga Wawancara Terbuka Seleksi Calon Hakim Agung (CHA) yang pertama yang diwawancara adalah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palembang Artha Theresia Silalahi.
Jakarta (Komisi Yudisial) - Hari ketiga Komisi Yudisial (KY) menyelenggarakan Wawancara Terbuka Seleksi Calon Hakim Agung (CHA) di Kantor Komisi Yudisial dimulai untuk Kamar Pidana. Wawancara yang dilaksanakan pada Kamis (14/11) ini dihadiri oleh sembilan panelis yang terdiri dari Anggota KY, Peneliti Senior LIPI R. Siti Zuhro, dan mantan Hakim Agung J. Djohansjah. CHA pertama yang diwawancara adalah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palembang Artha Theresia Silalahi.
Artha ditanyakan oleh panelis pandangannya terhadap pelaksanaan hukuman mati. Artha secara prinsip setuju dengan hukuman mati, tetapi tergantung dari perbuatan dan akibat perbuatannya. Misalnya bandar narkoba dan koruptor. Bandar narkoba untuk mengurangi mereka yang memengaruhi anak-anak untuk menggunakan narkoba. Koruptor yang tidak kapok juga, boleh dikenakan hukuman mati, atau paling tidak pidana seumur hidup.
"Harus diingat, menjatuhkan hukuman mati itu gampang, tapi merupakan ultimum remedium. Walaupun saya setuju pengenaan hukuman mati, harus dilihat per kasus. Dan ini tidak boleh dibenturkan dengan kepentingan HAM," ujar Artha.
Artha menyatakan tidak setuju kepada hakim yang mengeluarkan pendapat yang memihak, bahkan untuk aktif di media sosial. Tidak pantas menurut Artha kehidupan hakim terlalu diekspos. Hal ini sesuai dengan nilai di KEPPH, yakni arif bijaksana, rendah hati, dan berintegritas tinggi.
"Memang dalam UUD 1945 menjamin kebebasan berpendapat. Tapi menjadi seorang hakim itu pilihan, dan hakim dibatasi oleh KEPPH. Tentu ketentuan UUD 1945 lebih tinggi, tapi kebebasan sebagai seorang hakim dibatasi oleh KEPPH," jelas Artha.
Artha menyoroti perkembangan hakim bila dipanggil oleh KY untuk diperiksa, tapi menolak hadir. Harusnya hakim datang saja apabila dipanggil oleh KY.
"Dengan tetap menghormati imbauan Wakil Ketua Mahkamah Agung, menurut pendapat saya panggilan dari KY jelas telah melalui proses ketat dan sesuai dengan kewenangan UU, jadi menurut saya datang saja. Jawab, berikan klarifikasi. Kalau kita tidak datang, itu akan terus mengikuti kita dan tidak menyelesaikan masalah. Soal nanti terkait teknis yudisial atau tidak, saya rasa KY tahu batas kewenangannya," kata Artha. (KY/Noer/Festy)