Calon hakim agung (CHA) ketiga yang diwawancara berasal dari Kamar Militer, yakni Hakim Tinggi Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Reki Irene Lumme.
Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung (CHA) ketiga yang diwawancara berasal dari Kamar Militer, yakni Hakim Tinggi Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) Reki Irene Lumme. CHA Irene disoroti oleh panelis soal independensi hakim militer. Dalam makalahnya, ia menyatakan bahwa hakim militer belum sepenuhnya bersikap independen. Bahkan, saat memeriksa perkara, suka atau tidak suka, pimpinan akan memonitor prosesnya persidangan, lalu memberikan rekomendasi sanksi yang berat atau ringan.
“Kami harus pandai memilah, apakah kasus yang kami tangani pidana umum atau kasus pertahanan. Kami sering menerima telepon yang mengintimidasi. Karena masih terikat dengan aturan di TNI, sehingga kami merasa belum mandiri murni. Padahal sebagai seorang hakim, harusnya kami bersifat mandiri,” beber Irene, Selasa (12/11) di Auditorium KY, Jakarta.
Beratnya menjadi Hakim Militer dibuka oleh Irene. Kepangkatan akan berpengaruh terhadap penerimaan di kesatuan. Bahkan Irene pernah memutuskan kasus yang berujung pemecatan.
“Saya memegang prinsip, jangan sampai memutarbalikan keadilan, jangan membeda-bedakan, jangan menerima suap. Saya harus tetap independen dan mandiri,” tegas Irene.
Tidak semua oknum militer berperilaku seperti itu. Banyak kasus di mana Irene menjelaskan kepada pimpinan prajurit TNI yang disidang, lalu mereka bisa mengerti.
“Puji Tuhan sampai saat ini ketegasan saya tidak berpengaruh terhadap karier saya. Saya masih dipercayakan memegang jabatan, walaupun saya berharap untuk dinaikan,” seloroh Irene. (KY/Noer/Festy)