Jakarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) semakin meningkatkan kinerjanya untuk menjaga marwah, martabat dan keluhuran hakim di Indonesia. Prioritas penjagaan ini dimaksudkan agar para hakim tidak tergelincir ke dalam perbuatan yang dapat merendahkan harkat dan martabat hakim itu sendiri. Berbagai pelatihan yang ditujukan untuk para hakim merupakan komitmen KY dalam pencegahan sekaligus meningkatkan profesionalisme hakim.
Salah satu bentuk dukungan dari kalangan kampus untuk mengenal KY, terlihat dari antusiasme puluhan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung (IAIN) beserta dosen pendamping yang datang ke Kramat Raya No. 57 untuk beraudiensi pada hari kamis (28/01). Rombongan diterima Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Joko Sasmito, yang didampingi Kepala Bidang Data dan Layanan Informasi Titik Ariyati Winahyu di Ruang Press Room Kantor KY.
“Tujuan kami datang kemari adalah untuk bersilaturahmi. Selain itu kami ingin mengetahui tugas KY beserta tantangan yang dihadapi sehingga dapat memotivasi mahasiswa kami. Siapa tahu ada yang disini di masa depan akan menjadi komisioner KY” ujar Marwin, Ketua Prodi Hukum Keluarga Fakultas Syariah IAINL saat menyampaikan tujuannya untuk datang ke KY.
KY adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dalam rangka menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim, masih banyak kendala yang akan dihadapi oleh KY di masa datang. Untuk mengurangi pelanggaran kode etik, ke depan KY akan meningkatkan upaya pencegahan.
“Bukan berarti penegakan tidak didorong, tapi nanti akan berbarengan secara bersama. Pencegahan menjadi prioritas kita, melalui pelatihan-pelatihan kode etik, kapasitas hakim. Dengan hakim sedini mungkin menerima materi kode etik, sedini mungkin bisa dicegah mereka melakukan perbuatan tercela,” jelas Joko.
Joko yang berpengalaman sebagai hakim membagi hakim dalam tiga sifat. Yang pertama yang moralnya sudah baik. Yang seperti ini akan dipertahankan, bahkan kalau bisa mengajak hakim lain untuk berbuat seperti ini. Yang kedua hakim yang ditengah-tengah. Mereka orangnya masih baik, tapi labil. Jadi bila ada pihak dari luar yang datang, mereka masih terpengaruh. Inilah diharapkan dengan pelatihan dan lingkungan yang baik, diharapkan hakim yang abu-abu ini tidak menjadi hakim tipe ketiga. Yakni hakim yang memang tidak baik yang memang suka mencari perkara untuk dibantu.
“Inilah kita inginkan hakim tipe ketiga ini bisa bergeser menjadi hakim tipe kedua, dan akhirnya menjadi hakim tipe pertama. Itulah tantangan terberat KY di tahun 2016. Karena itulah KY membutuhkan Mahkamah Agung, Lembaga terkait serta masyarakat untuk membantu kerja KY. Sebab jika masyarakat mentalnya masih minta tolong saat ada masalah, maka hakim tipe ketiga tidak akan hilang,” ujar Joko (KY/Noer/Titik)