Delegasi KY Kunjungi MA Italia Bahas Kemandirian Hakim
nggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta dan delegasi disambut dengan hangat oleh Wakil Ketua MA Italia Pasquale D’Ascola, Sekretaris Jenderal Presiden Stefano Mogini, dan Koordinator United Civil Sections Presiden Alberto Giusto, Selasa (8/10/2024).

Roma (Komisi Yudisial) - Memasuki gedung Mahkamah Agung (MA) Italia atau Corte Suprema di Cassazione, Anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta dan delegasi disambut dengan hangat oleh Wakil Ketua MA Italia Pasquale D’Ascola, Sekretaris Jenderal Presiden Stefano Mogini, dan Koordinator United Civil Sections Presiden Alberto Giusto, Selasa (8/10/2024). Kunjungan kerja KY ini untuk mengetahui eksistensi kekuasaan kehakiman dalam sistem peradilan di Italia.

Wakil Ketua MA Italia Pasquale D’Ascola menjelaskan bahwa kekuasaan kehakiman di Italia adalah cabang yang otonom dan independen dari kekuasaan lainnya. Hal itu dijamin dalam Pasal 104 Konstitusi Italia.

MA Kasasi di Italia merupakan pengadilan tertinggi di Italia yang berwenang untuk memastikan penerapan hukum yang benar di pengadilan tingkat rendah dan pengadilan banding. MA Kasasi Italia dipimpin oleh ketua atau presiden utama, wakil ketua, dan presiden dari kamar Pidana, Perdata, Administrasi, dan Militer.

"Independensi kekuasaan kehakiman dijamin oleh Konstitusi Italia. Kekuasaan yudikatif menjalankan wewenang dan tugasnya secara independen, bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Namun, hakim wajib tunduk pada hukum, dan hukum tunduk pada Konstitusi," jelas Pasquale D’Ascola.

Kekuasan kehakiman Italia memiliki tiga tingkatan pengadilan, yaitu: Justice of peace atau Giudici di Pace yang merupakan pengadilan tingkat pertama untuk perkara perdata dan pidana yang sederhana, jumlahnya 165. Kemudian pengadilan banding yang merupakan pengadilan tingkat kedua untuk memeriksa banding putusan-putusan di tingkat pertama atau dari Justice of the Peace, jumlahnya ada 26. Terakhir, pengadilan kasasi atau Corte Suprema di Cassazione.

"Setiap tahun MA Kasasi Italia menerima sekitar 80 ribu kasus. Perkara perdata harus dapat diputus dalam waktu 80 hari, sementara perkara pidana 3 tahun," tambah Pasquale D’Ascola.

Dalam sesi diskusi juga dibahas soal evaluasi kinerja hakim di Italia yang dilakukan setiap empat tahun. Sebagai pegawai negeri, hakim dievaluasi terkait kapasitas, produktivitas, ketekunan dan motivasi. Sementara untuk hakim yang melanggar disiplin, maka penjatuhan sanksi akan diberikan oleh Consiglio Superiore della Magistratura (CSM) untuk menerapkan sanksi disipliner terhadap berbagai pelanggaran peradilan. (KY/Festy)


Berita Terkait