Ketua KY Ungkap Tantangan Seleksi Calon Hakim Agung dan Calon Hakim ad hoc di MA
Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai menyempatkan diri membangun semangat ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri). Amzulian juga mengungkap tantangan pelaksanaan seleksi CHA dan calon hakim ad hoc HAM di MA.

Palembang (Komisi Yudisial) - Di sela kesibukannya melakukan klarifikasi seleksi calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA), Ketua Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai menyempatkan diri membangun semangat ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (FH Unsri). Amzulian juga mengungkap tantangan pelaksanaan seleksi CHA dan calon hakim ad hoc HAM di MA.

Menurutnya, menyeleksi CHA tidak mudah karena membutuhkan waktu hingga tujuh bulan dan melibatkan banyak lembaga lain.   KY harus jeli melihat mana CHA dan calon hakim ad hoc HAM di MA yang memenuhi aspek kapasitas dan integritas dari ratusan pendaftar. Pada tahap akhir, KY akan mengirimkan nama-nama calon ke DPR untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. 

“Syarat untuk menjadi CHA dan calon hakim ad hoc di MA itu masih bisa diusahakan. Namun, proses di DPR itu sulit. Saya juga beruntung 2 kali lolos seleksi di DPR dengan jabatan yang berbeda,” beber Amzulian saat memberikan kuliah umum "Peran KY dalam Pembangunan Hukum dan Peradilan”, Rabu (12/06) di Hall FH Tower Lantai 8 Unsri Palembang, Sumatera Selatan. 

Ia bercerita lebih lanjut pengalamannya saat menjawab pertanyaan dari anggota DPR. Amzulian berseloroh masyarakat Indonesia senang menciptakan konon kabarnya, dan rajin sekali melapor apalagi jika gratis. Amzulian dulu ditanyakan oleh DPR mengenai laporan saat masih berstatus sebagai dekan. Pertanyaan tersebut diulang lagi ditanyakan saat Amzulian mengikuti tes yang berbeda. Namun, Amzulian yakin dapat menjawab tersebut dengan baik. 

“Jadi persiapkan diri kalian dengan baik. Tidak ada yang tahu kapan kelakuan dikorek. Dulu, saya juga memakai jaket kuning seperti kalian. Ambil beasiswa keluar negeri, ada banyak. Timba ilmu sebanyak-banyaknya,” pesan Amzulian.

Amzulian juga berbagi pengalaman dalam memimpin. Kepemimpinan nonformal itu penting. Ia menyarankan agar jangan selalu menggunakan jalur formal, sebaiknya juga menggunakan jalur informal. Jika ada rekan kerja senior, lanjut Amzulian, minta bantuan untuk membimbing dalam menjalankan tugas. Jalin juga silaturahmi dan komunikasi.

Meskipun demikian, jika telah menjadi pemimpin, jangan pernah ragu untuk bertindak. "Hubungan baik tetap harus dijaga, tetapi ketika harus memilih antara keluarga, kerabat, dan pertemanan, pilih negara. Jika tidak mampu, Anda tidak akan bisa menjadi pemimpin, apalagi di level negara. Karena ada banyak tekanan, baik dari kolega, masyarakat, dan media,” pungkas Amzulian. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait