KY Beri Pemahaman Pendamping lewat ToT Pemantauan Perkara PBH
Foto bersama peserta training of trainer (ToT) Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pemantauan Persidangan Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan Pemantauan Perkara Pilkada Tahun 2024

Padang (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) terus berupaya membekali para pendamping tentang mekanisme pemantauan mandiri pada perkara perempuan berhadapan dengan hukum. Salah satu upaya yang dilakukan melalui training of trainer (ToT) Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pemantauan Persidangan Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan Pemantauan Perkara Pilkada Tahun 2024. ToT ini bertujuan agar pendamping dapat mengamati perilaku hakim dalam mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Dari tahun ke tahun, semakin tinggi permintaan pemantauan perkara-perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, sehingga KY sekarang lebih menaruh concern terhadap pada pemantauan perkara PBH. Pemantauan ini untuk mengamati hakim dalam menerapkan kesetaraan gender serta pemenuhan hak PBH sebagai wujud penegakkan KEPPH," jelas Sekretaris Jenderal KY Arie Sudihar saat membuka acara, Rabu (15/5/2024) di Padang, Sumatera Barat.

Dalam seri kedua pelatihan pemantauan persidangan PBH ini, KY menghadirkan Komisioner Komisi Kejaksaan RI periode 2019-2023 Apong Herlina sebagai narasumber untuk memaparkan materi mengenai peranan masyarakat dalam pemantauan persidangan PBH.

"Kolaborasi pendamping dan pengawas menjadi dua hal krusial dalam menghilangkan hambatan yang dialami PBH di bidang peradilan. Dalam hal ini, pendamping dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan organisasi masyarakat sipil yang dapat memantau jalannya sidang PBH erat hubungannya dengan lembaga pengawas hakim yang diamanatkan konstitusi pada KY," ujar Apong.

Apong juga menyampaikan bahwa lembaga pengawas seprestisius KY tetap membutuhkan partisipasi dari masyarakat, dalam bentuk informasi atau laporan terkait jalannya proses persidangan PBH untuk berbenah dalam berbagai sektor. 

"Setelah reformasi, tanggung jawab pengawasan dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim ada di KY. Namun, KY tidak bisa melaksanakan sendiri, maka dibukalah kesempatan kepada masyarakat ikut andil dalam bentuk bentuknya pemantauan untuk memastikan apakah hak PBH sudah dipenuhi atau belum," ujar Apong. 

Apong juga menekankan hak-hak PBH dalam proses peradilan sebagai dasar pendamping dalam memantau persidangan. Hak tersebut meliputi hak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga dan harta bendanya, bebas dari ancaman yang berkaitan dengan kesaksian, memberikan keterangan tanpa tekanan, mendapatkan pendamping, hak mendapatkan penerjemah, bebas dari pertanyaan yang menjerat, dirahasiakan identitasnya, mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus dan putusan pengadilan, mendapatkan nasihat hukum, dan hak atas pemulihan.

"Saya berterima kasih kepada KY bahwa peluang pemenuhan hak PBH di peradilan sudah dibuka.  Peran para pendamping, selain harus mencatat juga harus berkomunikasi sesuai dengan hasil temuan dengan lembaga lain yang saling menguatkan. Kemudian dilaporkan ke KY sebagai dasar tindakan hasil pemantauan," ungkap Apong.

Apong berharap upaya-upaya yang dilakukan KY ini mampu menjadi pembuka jalan agar proses perkara PBH dari awal penyidikan di kepolisian hingga bermuara di persidangan dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Peserta pada pelatihan singkat ini juga dibekali materi yang padat mengenai  tata cara pemantauan persidangan hingga Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sebagai acuan hakim dalam menjalankan tugas. (KY/Halima/Festy)

 

--


Berita Terkait