Jakarta (Komisi Yudisial) - Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memberhentikan dengan hak pensiun kepada hakim Pengadilan Negeri (PN) Garut berinisial V karena pelanggaran indisipliner selama 3 bulan 20 hari kerja.
“Memutuskan, menyatakan hakim terlapor V telah terbukti melanggar huruf c, pengaturan butir 8 Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY No. 047/KMA/SK/IV/2009 – 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang KEPPH. Menjatuhkan sanksi disiplin kepada hakim terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” ujar Ketua MKH Hakim Agung Yakub Ginting saat memimpin MKH, Jumat (16/2/2024) di Gedung MA, Jakarta.
Pemberhentian dengan hormat tersebut dilakukan setelah KY dan MA kembali melaksanakan sidang MKH kedua. Sidang MKH pertama sempat ditunda karena hakim terlapor V tidak hadir. Sidang tersebut merupakan usulan dari MA atas pelanggaran indisipliner yang dilakukan oleh V.
Hakim terlapor V yang telah mengabdi selama 20 tahun ini merupakan Hakim PN Garut, yang seharusnya sudah dimutasi ke PN Kalianda. Putusan tersebut dijatuhkan berdasarkan laporan pemeriksaan oleh Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA). Hakim terlapor V direkomendasikan pemberhentian dengan tidak hormat karena sudah melakukan pembangkangan terhadap Surat Keputusan MA, dan tidak masuk selama 3 bulan 20 hari kerja.
Perkara berawal dari laporan pelapor Ketua PN Bandung ES. Berdasarkan Surat Ketua MA tahun 2020, terlapor telah dipindahtugaskan sebagai hakim di PN Pemalang, tetapi terlapor mengajukan keberatan mutasi. Namun, keberatan peninjauan kembali mutasi terlapor tidak dapat diterima. Meskipun ditolak, terlapor tidak mau melakukan tugas di PN Pemalang, dengan alasan menunggu hasil rapat tim mutasi dan promosi berikutnya.
Karena tidak mau menjalankan tugas, terlapor dikenakan sanksi disiplin sedang berupa penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun di tahun 2021. Namun, terlapor tetap tidak mau menjalankan tugas di PN Pemalang. Oleh karena itu, berdasarkan surat Ketua MA, terlapor kembali diberikan sanksi disiplin sedang berupa mutasi ke PN dengan kelas yang lebih rendah, yakni PN Kalianda. Lagi-lagi hakim V tetap tidak mau menjalankan tugas di PN Kalianda.
Setahun kemudian, di tahun 2022, tim dari PT Bandung melakukan pemeriksaan terhadap terlapor. Dalam surat pemeriksan, terlapor dianggap arogan, tidak sopan, melawan, dan mengeluarkan kata-kata tidak senonoh terhadap tim pemeriksa. Terlapor tidak mau dimutasi ke PN Pemalang dan PN Kalianda karena tidak sesuai dengan harapan terlapor untuk dimutasi ke PN Bogor.
Sejak tahun 2022 terlapor sudah tidak melakukan tugas di PN Garut dan PN kalianda. Tim pemeriksa juga sudah mencoba mencari terlapor ke kost terlapor di Garut sebanyak dua kali, tetapi tidak bertemu dengan terlapor. Bawas MA juga sudah memanggil terlapor V sebanyak dua kali, tetapi tidak pernah hadir dan hanya mengirim surat pada September 2022 yang pada pokoknya MA telah melakukan pelanggaran HAM terhadap terlapor. Kemudian Bawas MA sudah mencoba mengirim surat pemanggilan ke alamat sesuai KTP dan kost terlapor di Garut, tetapi tidak direspon sehingga terlapor dianggap tidak menggunakan haknya untuk memberikan keterangan dan membela diri.
Sidang MKH juga telah memanggil dua kali terlapor. Namun, karena terlapor tidak hadir karena suatu alasan yang patut, MKH memutus akan menjatuhkan putusan tanpa hadirnya terlapor.
Hal-hal yang meringankan dalam putusan adalah masa kerja terlapor sudah mencapai kurang lebih 20 tahun, dan sebelumnya belum pernah mendapat sanksi disiplin. Hal-hal yang memberatkan terlapor adalah pernah dijatuhi sanksi sebelum ini. Terlapor tidak masuk kerja dalam jangka waktu yang sangat lama, yaitu sejak pemeriksaan Juni 2022 sampai dengan keputusan ini diucapkan. Terlapor juga tidak menghadiri panggilan yang telah dilakukan oleh Bawas MA dan PT Bandung.
Adapun susunan MKH yang terdiri dari Hakim Agung Yakub Ginting, Hakim Agung Maria Anna Samiyati dan Hakim Agung Yosran. Hadir mewakiliki KY adalah Anggota KY M. Taufiq HZ, Binziad Kadafi, Joko Sasmito, dan Mukti Fajar Nur Dewata. (KY/Noer/Festy)