Jakarta (Komisi Yudisial) – Pengawasan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) masih menjadi isu yang menarik untuk dibahas bagi civitas akademika. Terbukti dalam audiensi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) ke Komisi Yudisial (KY) pada Rabu (17/08), pertanyaan mengenai apakah KY berwenang mengawasi Hakim MK kembali ditanyakan. 

Kepala Pusat Analisis dan Layanan Informasi Juma’in yang menjadi narasumber menjelaskan, sebelumnya KY berwenang mengawasi Hakim MK. Ketentuan tersebut tertuang dalam undang-undang (UU) mengenai KY, yakni UU No. 22 Tahun 2004 tentang KY. UU tersebut dilakukan judicial review mengenai pasal pengawasan kewenangan yang mengawasi hakim agung. Hasilnya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang sempat menjadi kontroversi.

“Judicial review tersebut ditolak, eh malah ditambah putusannya mengenai bahwa KY tidak berwenang mengawasi hakim konstitusi,” beber Juma’in.

Kewenangan tersebut sempat dikembalikan lagi melalui amandemen UU KY karena kasus korupsi yang menghantam MK. Presiden mengeluarkan Perpu yang diubah menjadi UU dengan niat mengembalikan marwah MK kembali yang sempat menjadi sorotan masyarakat.

“Undang-undangnya jadi, di-judicial review lagi. Mengutip putusan sebelumnya, MK berkeras bahwa KY tidak berwenang mengawasi Hakim MK,” lanjut Juma’in.

Tidak hanya sampai di situ, sebelum amandemen UU MK terakhir, KY menjadi salah satu anggota dalam Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Bahkan perwakilan KY, yakni Sukma Violetta, menjadi anggota MKMK sebanyak dua kali di kasus yang berbeda. Namun dalam UU MK terbaru, yakni UU Nomor 7 Tahun 2020, MKMK menjadi entitas tersendiri dalam MK, seperti Dewan Kehormatan KPK. KY tidak lagi menjadi bagian dari MKMK tersebut.

“Sehingga jika ditanya apakah KY mengawasi Hakim MK, maka jawabannya tidak,” pungkas Juma’in. (KY/Noer/Festy)