CH ad hoc HAM Adriano: Komandan Semestinya Ikut Bertanggung Jawab atas Pelanggaran HAM
Memasuki hari terakhir rangkaian seleksi wawancara calon hakim agung dan hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY) menguji 5 calon untuk posisi calon hakim ad hoc HAM di MA. Para calon tersebut adalah Adriano, Banelaus Naipospos, Judhariksawan, Manotar Tampubolon, dan Nugraha Pranadita.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Memasuki hari terakhir rangkaian seleksi wawancara calon hakim agung dan hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY) menguji 5 calon untuk posisi calon hakim ad hoc HAM di MA. Para calon tersebut adalah Adriano, Banelaus Naipospos, Judhariksawan, Manotar Tampubolon, dan Nugraha Pranadita.

Calon pertama yang menjalani wawancara adalah Adriano. Sebelum melamar menjadi calon hakim agung ad hoc HAM di MA, ia pernah menjadi hakim ad hoc Tipikor di Pengadilan Negeri Bandung. Calon ditanya seputar pertanggungjawaban pidana dari komando dalam perkara HAM oleh publik yang diberi kesempatan untuk menyampaikan pertanyaan secara langsung di Auditorium KY, Kamis (19/10).

Menurut Adriano, sekalipun pelaku peristiwa pelanggaran HAM tidak menjadi terdakwa, komandan lapangan harus tetap bertanggung jawab. Hal ini calon dasarkan atas tanggung jawab yang melekat pada diri seorang komandan.

"Walaupun dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia itu bunyinya dapat, artinya tidak harus. Tapi saya membacanya bahwa seorang komandan itu yang mengabaikan, sehingga situasi tidak terkendali. Padahal komandan secara efektif memiliki kewenangan untuk mengendalikan pasukan itu, maka dia harus ikut tanggung jawab," ungkap Adriano.

Di sisi lain, calon menganggap masih terdapat ketidakjelasan dalam Pasal 42 UU No. 26/2000 sebagai salah satu dasar hukum pertanggungjawaban kasus HAM oleh komandan. Terdapat perbedaan antara ayat 1 dan 2.  Ayat 1 berbunyi para komandan militer maupun seseorang yang bertindak secara efektif sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan. Pada ayat dua mengatur pertanggungjawaban komando bagi para atasan polisi dan atasan sipil lainnya.

"Memang menimbulkan suatu pemahaman yang mengakibatkan hakim dalam memutus berbeda-beda. Saya pribadi beranggapan bahwa tidak perlu dibedakan antara militer dan sipil. Tapi siapapun yang melakukan pelanggaran HAM, komandan yang membiarkan anak buahnya melakukan suatu pelanggaran HAM, dia harus dapat mempertanggungjawabkan," tegas Adriano.

Calon juga menjelaskan bahwa segala sumber hukum perkara HAM harus tetap merujuk kepada Pancasila. (KY/Halimatu/Festy)


Berita Terkait