Jakarta (Komisi Yudisial) – Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting menjadi salah satu narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Pemilu Ditunda Siapa Dalangnya?”. FGD diselenggarakan oleh Bidang Kajian Hukum & Kebijakan Publik IKA Fakultas Hukum Universitas Trisakti pada Senin (20/03). FGD dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan perwakilan alumni. Miko diundang untuk membahas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum, yang salah satu isi putusannya menunda Pemilu tahun 2024.
Miko membeberkan bahwa per tanggal 6 Maret 2023, sudah ada tiga laporan terkait putusan tersebut masuk ke KY. Kenapa laporan masyarakat menjadi penting? KY lembaga etik, di mana dalam UUD 1945 disebut KY bersifat mandiri yang mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
“Wewenang KY lintas mekanisme, menjaga masyarakat dan menjaga kehormatan hakim. Kita bisa langsung melakukan pemeriksaan terhadap hakim, tapi alangkah lebih baik jika masyarakat melaporkan sebagai basic agar KY tidak dianggap pro aktif oleh hakim,” jelas Miko.
Dalam laporan yang diterima KY terkait putusan di atas, hampir semua dalilnya sama. Putusan dianggap menabrak konstitusi dan UU Pemilu, serta Peraturan MA terkait kekuasaan pemeriksaan. Harusnya pemeriksaan dilakukan di peradilan tata usaha negara, bukan peradilan perdata. Ada pertentangan kewenangan kompetensi.
“Laporan ini sudah masuk, tapi ada proses yang perlu dilalui. Secara jujur saya ungkapkan dengan banyak kasus menarik perhatian masyarakat, tiap hari KY menerima laporan masyarakat. Dulu tiap tahun KY menerima 100 permintaan pemantauan. Tahun lalu KY membukukan permintaan pemantauan sebanyak 500-an. Bahkan dalam kasus Sambo, KY turun memantau dalam semua persidangan terkait,” beber Miko.
Miko mengingatkan KY tidak masuk ke ranah putusan. Tapi bukan berarti hakim bisa terang-terangan melakukan pertentangan melawan undang-undang dan konstitusi. Butir ke-10 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ada aspek profesional. Putusan seharusnya bisa masuk ke ranah profesional. Namun Mahkamah Agung (MA) menganggap proses tersebut teknis yudisial, walaupun tetap melakukan pemeriksaan dan pendisiplinan. Itu yang menyebabkan beberapa rekomendasi KY tidak dapat ditindaklanjuti oleh MA.
“Namun belakangan dimasukan bahwa rekomendasi KY meskipun teknis yudisial, menjadi masukan untuk promosi. Kita apresiasi. KY tidak bisa menilai putusan benar atau salah. Tapi KY bisa melakukan analisis. Poin yang dianalisis bukan menjawab pertanyaan kenapa, tapi mengapa. Mau KY atau MA, tidak penting siapa yang memeriksa, yang penting ada jawaban bagi masyarakat,” tegas Miko. (KY/Noer/Festy)