Jakarta (Komisi Yudisial) - Masih banyaknya mafia hukum yang merusak citra peradilan Indonesia memunculkan wacana perlu penguatan Komisi Yudisial (KY). Sebagai lembaga pengawas eksternal hakim, penguatan pada fungsi pengawasan diharapkan dapat berjalan lebih optimal dan efektif.
Hal tersebut menjadi pembahasan diskusi pada program Satu Meja Spesial Melawan Mafia Peradilan di Kompas TV, Rabu (01/06).
Menurut Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Junimart Girsang, Badan Legislasi DPR saat ini telah membentuk panitia kerja untuk membahas Rancangan Undang-Undang Jabatan Hakim (RUU JH) yang juga membahas penguatan kewenangan KY. Fungsi pengawasan pun menjadi salah satu isu krusial dalam pembahasan RUU JH.
"Di Mahkamah Agung (MA) selama ini tidak berjalan efektif, sedangkan KY juga diberi kewenangan yang terbatas," ujar Junimart.
Dukungan tersebut juga disampaikan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Selama ini, menurut Mahfud, sebenarnya sudah ada upaya untuk memperkuat kembali kewenangan KY.
"Kewenangan KY harus dikembalikan, buat Undang-Undang KY. Berikutnya, (posisi) MA diatur dengan UU itu," tutur Mahfud.
Mahfud kemudian menyebut upaya itu digagalkan dalam proses legislasi di DPR.
"Kemudian (di DPR) berubah, malah UU MA dulu yang disahkan," ucap Guru Besar Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini.
Mahfud pun menyebut, seperti ada perselingkuhan MA dengan DPR. Karena itu Mahfud pun berharap, DPR konsisten dengan upayanya untuk memperkuat kewenangan KY. Dengan demikian, anggapan ada perselingkuhan MA dengan DPR itu hilang.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi mengatakan, KY ingin pengawasan menjadi lebih efektif. Diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dinamika hubungan KY dan MA yang fluktuatif.
"Urgensi penguatan KY lewat putusan yang bersifat eksekutorial adalah untuk keselarasan antara kebutuhan KY dan harapan publik maupun lembaga legislasi terkait penguatan kewenangan pengawasan eksternal hakim oleh KY, yaitu memberikan kewenangan eksekutorial kepada KY," ujar Juru Bicara KY ini.
Farid menambahkan, penegak hukum terlibat korupsi atau penyalahgunaan wewenang dimungkinkan dari pengaruh eksternal dan internal penegak hukum itu sendiri.
"Pengawasan lemah, kode etik diabaikan, proses seleksi sampai proses mutasi dan promosi dari awal tidak fair, gaya hidup cenderung hedonistik sehingga halalkan semua cara untuk capai tujuan," pungkas Farid. (KY/Jaya/Festy)