Jakarta (Komisi Yudisial) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata bersama Wakil Ketua KY M. Taufiq HZ dan didampingi Sekretaris Jenderal Arie Sudihar menerima kunjungan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan A. Djalil, Rabu (25/8) di Gedung KY, Jakarta.
Sofyan mengemukakan perlunya menjalin kerja sama antara Kementerian ATR/BPN dengan instansi penegak hukum termasuk KY untuk melawan mafia tanah.
"Sejauh ini kepastian hukum di bidang pertanahan masih sangat memprihatinkan, tanah milik seseorang yang bersertifikat bisa hilang dirampas mafia tanah. Bahkan dalam suatu kasus, tanah bersertifikat sah milik BUMN justru digugat berujung perampasan oleh mafia tanah, ujar Sofyan.
Sofyan juga menjabarkan kasus-kasus lainnya. Ia menjelaskan bahwa ada kelemahan sistem yang ada. "Hukum pertanahan di Indonesia memang masih banyak dipengaruhi oleh Belanda, belum banyak perubahan. Akibatnya memunculkan kelemahan, sehingga sangat banyak celah yang membuat mafia tanah bebas bergerak. Maka ke depan perlu untuk dibenahi lebih jauh, " lanjut Sofyan.
Menanggapi hal itu, Mukti Fajar mengatakan bahwa mafia tanah adalah individu yang juga bisa berbentuk kelompok masyarakat atau bahkan korporasi. "Mafia tanah memang sangat terorganisir. Maka dalam melihat permasalahan pertanahan, kita harus melihat dulu darimana munculnya sumber permasalahan, misalnya tahap pembuatan sertifikat berawal dari kelurahan, atau bisa juga dari oknum BPN itu sendiri," ujar Mukti.
Mukti juga menegaskan agar sumber permasalahan perlu dicermati seksama, sehingga pada titik itu KY bisa turut berperan sesuai dengan kewenangannya, yaitu pengawasan perilaku hakim.
"Fokus KY dalam permasalahan tanah, yaitu pada perilaku hakim. Apakah sudah memutus dengan independesinya atau tidak? Selain itu, ke depan untuk tindak lanjut kerjasama, sebaiknya dibentuk tim penghubung dari masing-masing instansi untuk membantu proses hukum terkait permasalahan pertanahan," tegas Mukti.
Mukti juga mengusulkan antar instansi yang berwenang dalam permasalahan pertanahan ini untuk bersatu dalam bentuk kampanye bersama. "Kita bisa adakan kampanye yang bersifat kolaboratif antar instansi dengan menggandeng pers dalam memberantas mafia tanah, sehingga permasalahan ini akan lebih terekspos dan diwaspadai oleh publik," tandas Mukti. (KY/Adnan/Festy)