Jakarta (Komidsi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) kembali membuka penerimaan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Pendaftaran calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA dilakukan secara daring melalui laman www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id mulai 31 Agustus sampai dengan 20 September 2022.
Seleksi tersebut untuk memenuhi permintaan MA berdasarkan Surat Wakil Ketua MA Bidang NonYudisial Nomor 25/WKMA.NY/SB/8/2022 tentang Pengisian Kekosongan Jabatan Hakim Agung pada Mahkamah Agung RI dan Surat Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial Nomor 26/WKMA.NY/SB/8/2022 tentang Pengisian Kekosongan Jabatan Hakim Ad Hoc pada MA. Oleh karena itu, KY mengundang warga negara terbaik untuk mengikuti seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA.
Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Siti Nurdjanah mengungkap jumlah jabatan yang dibutuhkan, yaitu 11 hakim agung dengan rincian: 1 orang di kamar Perdata, 7 orang di kamar Pidana, 1 orang di kamar Tata Usaha Negara, 1 orang di kamar Tata Usaha Negara, khusus pajak, dan 1 orang di kamar Agama. Selain itu, lanjut Nurdjanah, dibutuhkan juga 3 tiga hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di MA.
Kebutuhan hakim ad hoc HAM di MA sangat mendesak, karena sejak Pengadilan Negeri Makassar telah menerima pelimpahan berkas terkait HAM pada Juni 2022, maka MA harus mempersiapkan majelis hakim di tingkat Kasasi dan PK.
"KY tidak melayani pendaftaran secara langsung, pendaftaran calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM harus dilakukan secara online melalui situs www.rekrutmen.komisiyudisial.go.id mulai 31 Agustus s.d. 20 September 2022. Selanjutnya, berkas terkait persyaratan dipindai dan disimpan dalam format PDF kemudian diunggah paling lambat 20 September 2022," jelas Siti Nurdjanah dalam press conference pengumuman seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA secara daring, Rabu (31/8).
Untuk calon hakim agung dari jalur karier, calon berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum, berusia sekurang-kurangnya 45 tahun, dan berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk pernah menjadi hakim tinggi dan tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Dari jalur nonkarier, calon berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan keahlian di bidang hukum tertentu sesuai dengan kamar yang dipilih dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum, berusia sekurang-kurangnya 45 tahun, berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20 tahun dan tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Sementara persyaratan calon hakim ad hoc HAM di MA, antara lain: berpendidikan sarjana hukum atau sarjana lain dan berpengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 20 tahun, berumur sekurang-kurangnya 50 tahun, tidak pernah dipidana karena melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
"Selain calon harus bersikap jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela, calon hakim ad hoc HAM di MA ini harus memiliki pengetahuan dan kepedulian di bidang HAM.
Nurdjanah menekankan, bagi calon yang telah mengikuti seleksi dua kali berturut-turut, maka tidak dapat mengikuti seleksi periode ini.
"Kami juga meminta kepada para calon agar mengabaikan pihak-pihak yang menjanjikan dapat membantu keberhasilan atau kelulusan dalam proses seleksi," lanjut Nurdjanah.
Dalam proses seleksi ini, para calon akan menjalani serangkaian tahapan seleksi yaitu: seleksi administrasi, seleksi kualitas, seleksi kesehatan dan kepribadian, serta wawancara terbuka yang dilakukan 7 Anggota KY dan 2 pakar. Terakhir, KY akan mengajukan CHA dan calon hakim ad hoc MA di MA yang lulus seleksi kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.
Saat ditanya apakah rekrutmen calon hakim ad hoc HAM di MA ini dalam rangka mengadili kasus tertentu yang sedang dibicarakan saat ini, Nurdjanah menjawab bahwa hal tersebut merupakan kewenangan MA.
“Tapi untuk perkara apa, itu MA yang tahu. Karena kami hanya menerima rekrutmen sesuai dengan permintaan MA, termasuk hakim ad hoc HAM. Memang ada pembicaraan karena dalam waktu dekat ini ada perkara yang akan disidangkan, tapi lebih tepatnya perkara apa hanya MA yang tahu,” pungkas Nudjanah. (KY/Noer/Festy)