KY Terima 721 Laporan Masyarakat Dugaan Pelanggaran KEPPH di Semester Pertama Tahun 2022
Komisi Yudisial (KY) telah menerima 721 laporan masyarakat dan 643 surat tembusan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada semester pertama tahun 2022.

Jakarta (Komidsi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) telah menerima 721 laporan masyarakat dan 643 surat tembusan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) pada semester pertama tahun 2022. Dibandingkan semester pertama tahun 2021, jumlah laporan masyarakat meningkat kurang lebih 86,5 persen dari 387 laporan. 

 

"Sejak pelayanan penerimaan laporan masyarakat kembali dibuka secara offline, masyarakat yang datang langsung ke kantor KY untuk menyampaikan laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim meningkat. Pada semester I tahun 2022 ini berjumlah 218 laporan, meski didominasi melalui jasa pengiriman surat sebanyak 354 laporan dan 137 laporan disampaikan secara online, serta 12 laporan berupa informasi atas dugaan pelanggaran perilaku hakim," buka Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito dalam konferensi pers daring Bidang Pengawasan Hakim Semester I Tahun 2022, Senin (25/07).

 

Joko Sasmito lebih lanjut merinci laporan masyarakat berdasarkan jenis perkara yang didominasi masalah perdata. "Dilihat dari jenis perkaranya, masalah perdata masih mendominasi, yaitu 344 laporan. Untuk perkara pidana jumlahnya 180 laporan," jelas Joko.

 

Sementara itu, lanjut Joko, pengaduan terkait perkara agama ada 46 laporan, tata usaha negara ada 44 laporan, tipikor ada 32 laporan, perselisihan hubungan industrial ada 24 laporan, niaga ada 18 laporan, lingkungan ada 7 laporan, militer ada 4 laporan, dan 22 laporan lainnya.

 

Joko menguraikan 10 provinsi terbanyak dalam penyampaian laporan dugaan pelanggaran KEPPH yang masih didominasi kota-kota besar di Indonesia. Menurutnya, dari tahun ke tahun relatif tidak banyak perubahan. Paling banyak adalah DKI Jakarta 130 laporan, Jawa Timur 80 laporan, Jawa Barat 63 laporan, Sumatera Utara 59 laporan, Jawa Tengah 42 laporan, Kalimantan Timur 31 laporan, Banten dan Riau masing-masing 28 laporan, Sumatera Selatan 27 laporan, Sulawesi Selatan 22 laporan, dan Sumatera Barat 19 laporan.

 

Adapun dilihat dari jenis peradilan yang dilaporkan, masih didominasi oleh peradilan umum, yakni 483 laporan. Posisi selanjutnya, yakni peradilan agama 66 laporan, Mahkamah Agung 64 laporan,  Tata Usaha Negara sejumlah 38 laporan, Niaga  18 laporan,  Tipikor 17 laporan, Hubungan Industrial 11 laporan, Militer 5 laporan, HAM 1 laporan dan 18 laporan lainnya.

 

Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena  laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi.

 

"Dari yang telah diverifikasi sejumlah 713 laporan dengan presentase 98,89% dari laporan yang diterima, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan untuk diregistrasi sebanyak 136 laporan. Yaitu laporan sebelum tahun 2022 sebanyak 58, dan tahun 2022 sebanyak 78," lanjut Joko.

 

Yang terbanyak adalah permohonan pemantauan, yaitu 208 laporan. Sementara lainnya, ada 177 laporan masih menunggu permohonan kelengkapan, 25 laporan bukan kewenangan KY, 88 laporan diteruskan ke instansi lain, dan laporan tidak dapat diterima ada 126 laporan. Ada juga laporan yang diteruskan ke bagian investigasi 11 laporan, serta masih proses verifikasi 8 laporan. Selanjutnya, laporan tersebut akan dilakukan analisis secara mendalam sebanyak 133 laporan.

 

Pemantauan Persidangan KEPPH

 

Joko juga mengungkapkan bahwa periode periode 3 Januari hingga 30 Juni 2022, KY telah menerima 208 permohonan pemantauan yang berasal dari 154 laporan masyarakat dan 54 pemantauan berdasarkan inisiatif KY.

 

"Pemantauan persidangan adalah langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memutus, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Kebanyakan yang melakukan permohonan persidangan adalah orang pribadi atau kuasa hukum sebanyak 135 permohonan, 14 permohonan dari organisasi kemasyarakatan, dan 5 permohonan dari instansi pemerintah.

 

Berdasarkan hasil analisis, maka terdapat 108 dapat dilakukan pemantauan, 56 tidak dapat dilakukan pemantauan, dan 44 masih dalam tahap analisis.

 

Ada beberapa sebab permohonan tidak dapat dilakukan pemantauan. Ada yang bukan merupakan kewenangan KY, kemudian adapula perkara yang dimohonkan ternyata sudah diputus, dan tidak ada dugaan awal pelanggaran kode etik pedoman perilaku hakim. (KY/Festy)


Berita Terkait