Jakarta (Komisi Yudisial) – Anggota Komisi Yudisial (KY) Joko Sasmito menutup secara resmi Pelatihan Eksplorasi Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) Studi Kasus Laporan Pengaduan Masyarakat di KY, pada Jumat (27/08). Peserta terdiri dari 19 orang hakim pengadilan negeri di bawah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara, dan 20 orang hakim pengadilan agama di bawah yurisdiksi Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Tenggara.
Rencananya pelatihan ini dilakukan secara tatap muka, namun karena situasi pandemi covid-19 dilaksanakan secara daring.
“Apabila ada hal-hal yang dirasa kurang dan tidak berkenan, kami mengucapkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya,” ujar Joko.
Pelatihan walaupun dilakukan secara daring, tetap banyak memiliki manfaat. Joko berharap mudah-mudahan pelatihan ini bisa dikembangkan, baik secara daring maupun tatap muka. Joko juga berharap hasil dari pelatihan ini bisa disampaikan kepada rekan rekan peserta di lingkungan peradilan masing-masing.
“Mudah-mudahan materi pelatihan ini bisa disampaikan, dan tentunya ada perubahan secara perilaku, terutama bagi lingkungan peradilan,” harap Joko.
Sebelum menutup acara secara resmi, Joko menyinggung ada pertanyaan belum terjawab dari sesi sebelumnya terkait RUU Jabatan Hakim.
Sebenarnya kalau menurut peraturan yang ada, hakim sudah tercatat sebagai pejabat negara. Memang implementasinya yang mendapat kesejahteran pejabat negara itu hakim agung. Sedangkan hakim tingkat pengadilan tinggi dan pertama belum. Di tingkat pertama bermasalah dengan rekrutmen. Jabatan pejabat negara, namun rekrutmen menggunakan tes CPNS. Sehingga ada usulan DPR, rekrutmen hakim akan dibuat seperti pejabat negara. Dari yang Joko baca draf RUU jabatan Hakim versi DPR, ada tiga hal yang sangat penting.
“Pertama, rekrutmen. Tidak seperti CPNS. Ke depan kalau tidak salah dibatasi 30 tahun, masa kerja berpengalaman minimal 5 tahun, tidak bisa hanya S1. Sumber bisa dari polisi, jaksa, panitera, yang berpengalaman di bidang hukum,” beber Joko.
Perdebatan kedua yang muncul di RUU Jabatan Hakim adalah usia pensiun hakim dkurangi. Kemudian hakim agung tiap 5 tahun akan dievaluasi oleh KY. Bagi yang layak direkomendasikan kembali, dan yang tidak layak tidak direkemondasikan kembali. Ada 4 draf yang beredar terkait RUU Jabatan Hakim ini, yakni versi DPR, Mahkamah Agung, KY, dan forum grup hakim aliran progresif.
“Namun dalam Prolegnas ada 50 RUU yang terdaftar untuk dibahas DPR tahun ini, itupun tarik ulur. Bahkan RUU KY sempat masuk antrian, tapi lalu dikeluarkan dari list. Untuk contempt of court nanti masuk dibahas dalam RKUHP,” pungkas Joko. (KY/Noer/Festy)