Seminar Dinamika Seleksi Hakim Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 43/PUU-XIII/2015 pada Kamis (28/4) di Ruang Sidang Senat UMM, Malang.
Malang (Komisi Yudisial) – Judicial Review yang dilakukan oleh Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap tiga paket Undang-Undang (UU) Peradilan yakni Nomor 49, 50 dan 51 Tahun 2009 telah melahirkan Putusan MK Nomor 43/PUU-XIII/2015. Dalam putusan tersebut, Komisi Yudisial (KY) kehilangan wewenang untuk bersama-sama dengan Mahkamah Agung (MA) melakukan rekrutmen hakim pada tingkat pertama. Untuk menganalisa dampak dari Putusan MK tersebut, KY bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM) menggelar Seminar Dinamika Seleksi Hakim Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 43/PUU-XIII/2015 pada Kamis (28/4) di Ruang Sidang Senat UMM, Malang.
Dalam sesi tanya jawab, Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari yang menjadi narasumber acara tersebut menjawab pertanyaan peserta seminar yang mengkritisi hubungan antara KY dan MA yang cenderung tidak harmonis. Menanggapi hal itu, Aidul mengakui bahwa persoalan komunikasi dengan MA memang menjadi pekerjaan yang cukup berat.
“Dalam dua bulan saya duduk sebagai Anggota KY, salah satu persoalan paling berat yang dihadapi adalah menjalin komunikasi dengan MA. Kami mewarisi hubungan KY dan MA yang tidak harmonis. Setelah melakukan komunikasi intensif dengan MA, kami mendapat jawaban bahwa persoalan yang terjadi lebih kepada permasalahan pribadi, bukan wewenang kelembagaan,” jawab Aidul.
Tentang kewenangan KY yang sering digerogoti, mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta ini menyatakan bahwa KY Indonesia sebenarnya luar biasa karena kewenangannya cukup banyak. Dalam pengalamannya mempelajari sistem hukum dunia, etika menjadi sesuatu yang penting.
Penegakan hukum, lanjut Aidul, tidak akan berjalan tanpa penegakan etika.Jika etika sudah kuat, hukum bisa berkembang. Menurut Aidul, kewenangan KY sekarang sebenarnya sudah besar.
"Jadi saya merasa tidak perlu KY menjadi penegak hukum, cukup etika saja. Saya setuju KY tidak perlu penambahan kewenangan, tinggal bagaimana persepsi kita bersama bahwa kewenangan menjaga etik itu sangat penting,” lanjut Aidul.
Untuk rekrutmen hakim, KY menghormati putusan MK. Namun KY memiliki harapan dalam Rancangan UU Jabatan Hakim agar KY bisa terlibat dalam hal rekrutmen hakim. (KY/Noer/Festy)