Diskusi dan Bedah Buku Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan di Auditorium Kampus III UMSU Medan, Kamis (28/9).
Medan (Komisi Yudisial) - Hakim menyandang sebutan wakil Tuhan di dunia atas kemuliaan profesinya. Sebagai konsekuensi, maka hakim harus dapat mempertanggung-jawabkan putusan yang dibuatnya. Hakim diharuskan memiliki etika baik sebagai tauladan di dalam maupun di luar pengadilan.
Beberapa poin tersebut terungkap dalam diskusi dan bedah buku Etika dan Budaya Hukum dalam Peradilan" di Auditorium Kampus III UMSU Medan, Kamis (28/9).
"Hakim yang baik adalah filusuf yang hebat, maka harus cerdas dan bijaksana. Oleh karena itu, hakim sebagai tauladan baik di dalam maupun di luar pengadilan," ungkap pakar filsafat hukum Faisar Ananda Arfa yang menjadi narasumber diskusi bertema Etika, Moral dan Hukum.
Selain Faisar Ananda Arfa, hadir sebagai pembicara Wakil Ketua KY Sukma Violetta dan praktisi hukum Abdul Hakim Siagian.
Lebih lanjut, hakim memegang peran penting untuk membentuk negara yang lebih baik. Kemuliaannya mengharuskan hakim bersikap amanah dan jujur.
Wakil Ketua KY Sukma Violetta memaparkan, salah satu wewenang dan tugas KY adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku hakim. KY diberikan tugas untuk menerima laporan pengaduan masyarakat terkait pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Setelah melakukan serangkaian tahapan penanganan laporan, KY akan memberikan rekomendasi sanksi apabila hakim yang dilaporkan melanggar KEPPH. Rekomendasi sanksi ini berupa sanksi ringan, sedang, dan berat.
"Dampak rekomendasi sanksi dapat berupa pembatalan atau penundaan promosi bagi hakim tersebut. Selain itu, apabila mengikuti seleksi calon hakim agung bisa menyebabkan tidak lulus seleksi," jelas Sukma.
Hal senada disampaikan Abdul Hakim Siagian. Menurutnya, agar hakim dapat menjaga profesionalitasnya, maka profesionalisme harus diukur oleh lembaga lain dengan mengedepankan akuntabilitas.
Menurutnya, ada dua poin penting dalam menyoal transparansi dan akuntabilitas profesionalisme hakim, yaitu dari sisi administrasi terkait promosi dan demosi hakim maupun biaya perkara.
"Maka perlu dirumuskan standar atau ukuran profesional. KY sebaiknya diberi hak untuk mengeksekusi, bukan sekadar rekomendasi melalui regulasi," pungkas Abdul Hakim. (KY/Festy/Jaya)