KY Ajak Masyarakat Tidak Ganggu Independensi Hakim
Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari dalam Lokakarya Peningkatan Pemahaman Masyarakat terhadap Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), Rabu (6/9) di Hotel Senggigi Beach, Lombok Barat.

Lombok Barat (Komisi Yudisial) - Nilai tertinggi dalam penegakan hukum adalah independensi. Meski demikian, hal itu bukan sesuatu yang istimewa, mutlak, dan kedap suara. Independensi menuntut tanggung jawab dan akuntabilitas kepada publik.
 
Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari dalam Lokakarya Peningkatan Pemahaman Masyarakat terhadap Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), Rabu (6/9) di Hotel Senggigi Beach, Lombok Barat.
 
Aidul mengingatkan, masyarakat jangan sampai mengganggu independensi hakim dengan sembarangan melaporkan hakim kepada KY. Oleh karena itu, masyarakat diminta paham wewenang dan tugas KY sehingga laporan yang disampaikan menjadi berkualitas.
 
“Bagi KY, esensi dari pencegahan dan penegakan pelanggaran KEPPH yaitu, memastikan tegaknya independensi hakim agar tidak tunduk pada tekanan, baik eksekutif, legislatif ataupun pihak-pihak yang berperkara,” jelas Aidul.
 
Dengan demikian, jelas Guru Besar Universitas Surakarta ini, yang dimiliki KY adalah kewenangan untuk mengawasi perilaku hakim, bukan kekuasaan dalam lingkup kehakiman.
 
“Yang dimiliki KY adalah wewenang dalam melakukan pengawasan perilaku hakim di ranah etikanya, bukan kekuasaan seperti yang dimiliki oleh Mahkamah Agung dalam lingkup kehakiman,” ujar Aidul.
 
Senada dengan yang disampaikan Aidul dalam perihal pelaporan masyarakat, Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim, KMS A. Roni, menyampaikan terhitung hingga Juli 2017, banyak laporan masyarakat yang tidak bisa ditindaklanjuti KY karena bukan menjadi kewenangannya.
 
“Hingga bulan Juli 2017, KY menerima sebanyak 1681 laporan yang terdiri dari 822 laporan yang disampaikan ke Komisi Yudisial, dan 859 laporan yang hanya berupa tembusan. Dari laporan itu, banyak sekali yang bukan menjadi kewenangan KY karena bersifat teknis yudisial sehingga tidak dapat ditindaklanjuti," ucap Roni.
 
Angka tersebut menurutnya menunjukan masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap syarat dan tata cara pelaporan yang tepat, sehingga kebanyakan dari laporan yang masuk tidak dapat ditindaklanjuti oleh KY. 
 
Dalam lokakarya ini, masyarakat diberikan materi seputar pelaporan dugaan pelanggaran KEPPH. Tujuannya agar masyarakat dapat memberikan laporan berkualitas yang menjadi kewenangan KY dalam semangat mewujudkan peradilan yang bersih.
 
“Hari ini peserta akan diberikan materi tentang syarat pelaporan, teknis menyusun laporan secara tepat hingga simulasi penanganan laporan masyarakat di KY. Harapannya nanti laporan yang masuk berkualitas, dapat ditindaklanjuti dan upaya untuk mewujudkan peradilan bersih dapat tercapai,” tandas Roni.
 
Sebagai tambahan, peserta yang hadir berjumlah 43 orang terdiri dari unsur akademisi, NGO, LBH dan paktisi hukum, yang diharapkan ke depan menjadi agen perubahan yang dapat menularkan pengetahuan yang didapat pada lokakarya ke-5 yang diselenggarakan KY sepanjang Tahun 2017 ini. (KY/Adnan/Festy).
 

Berita Terkait