Calon hakim agung (CHA) Muhammad Yunus menjadi peserta wawancara CHA Tahun 2017, Rabu (2/8) di Auditorium KY, Jakarta.
Jakarta (Komisi Yudisial) – Dalam memutuskan perkara, seorang hakim harus memperhatikan legal justice, moral justice, dan social justice. Calon hakim agung (CHA) Muhammad Yunus mengutamakan social justice, karena hukum diciptakan untuk kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan hukum sendiri.
“Saya termasuk penganut sosiologi yurisprudensi. Jadi, saya lebih mementingkan social justice karena hukum diciptakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan hukum sendiri. Di beberapa teori terbaru sekarang, hampir semuanya mengarah bahwa hukum itu mengabdi kepada masyarakat, bukan mengabdi kepada peraturan hukum,” jelas M. Yunus saat menjadi peserta wawancara CHA Tahun 2017, Rabu (2/8) di Auditorium KY, Jakarta.
Dalam melakukan wawancara ini, KY melibatkan tim panel, yaitu Prof. Kaelan dan Prof. Mohammad Saleh.
Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Palembang ini juga menjelaskan tentang pentingnya independensi hakim. Menurutnya, indepedensi hakim berarti dalam memutus perkara maka hakim tidak takut terhadap ancaman, baik psikis maupun fisik.
“Hakim harus berani memutus tanpa tekanan dari siapapun, bahkan pimpinan sendiri walaupun dengan resiko dimutasi,” tandas Yunus.
Hakim yang bertugas pertama kali di Pengadilan Negeri Makale ini memiliki sisi positif yang ingin ditularkan dalam tempatnya bekerja. Oleh karena itu Yunus memilih untuk mengosongkan bagian tentang kegagalan hidup yang pernah dialami dalam formulir pendaftaran CHA.
Sekadar informasi, seleksi yang dilakukan KY ini untuk mencari 6 orang hakim agung yang terdiri dari 1 orang di kamar Pidana, 2 orang di kamar Perdata, 1 orang di kamar Agama, 1 orang di kamar Militer, dan 1 orang di kamar Tata Usaha Negara. (KY/Noer/Festy)