Jakarta (Komisi Yudisial) – Pro dan kontra sidang putusan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok menjadi polemik di media sosial. Bahkan, pandangan yang kontra terkait penjatuhan putusan Ahok ini sudah mengarahkan pada dugaan merendahkan martabat hakim yang memutus perkara ini. Ada beberapa orang mem-posting tulisan yang tidak patut di media sosial yang terindikasi merendahkan martabat hakim.
Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, Komisi Yudisial (KY) mempunyai tugas mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan KY Sumartoyo mengungkapkan, sebagai pihak yang berkepentingan dalam melakukan advokasi hakim dengan pihak yang merendahkan marwah dan martabat hakim.
Lebih lanjut, Sumartoyo menjelaskan, latar belakang terjadinya peristiwa tersebut adalah saling sahut-menyahut di media sosial. Untuk itu, agar tidak berlarut-larut KY menginisiasi melakukan mediasi untuk mempertemukan kedua pihak.
"Kami menemui mereka dan memberikan penjelasan, bahwa mengkritik putusan itu diperbolehkan, yang tidak boleh itu adalah menyerang pribadi. Setelah itu mereka sadar, dan saya senang karena pihak-pihak yang terkait mau bertatap muka di pagi hari ini,” jelas Sumartoyo.
Pada kesempatan tersebut hadir Hakim Hasoloan Sianturi mewakili majelis hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dan Ade Armando salah satu yang diduga merendahkan martabat hakim dengan menulis status di media sosial yang kurang pantas. Sedangkan Lalu Sani Akbar berhalangan hadir karena tidak memperoleh izin dari tempat kerjanya untuk hadir di kantor KY.
Hasoloan Sianturi menyampaikan, berdasarkan hasil diskusi dengan rekan hakim di PN Jakarta Utara, hakim tidak layak untuk bertemu dengan para pihak. Oleh karena itu beliau dikirim mewakili majelis hakim untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan.
Hasoloan mengatakan, PN jakarta Utara berterima kasih atas inisiasi KY untuk melakukan proses mediasi, karena menunjukan bahwa KY serius dalam menjalankan tugas untuk menjaga marwah hakim.
“Yang pasti majelis hakim dalam memutus perkara Ahok sudah memutus tanpa intervensi, sesuai dengan fakta dan hati nurani hakim. Jika ada yang tidak puas itu pasti akan selalu ada dan kami sadarai, tapi cara menyampaikannya jangan dengan cara merendahkan,” ingat Hasoloan.
Ade Armando menyampaikan permintaan maaf setulusnya secara lansung kepada perwakilan hakim, Hasoloan Sianturi. Status yang dituliskan itu memang sifatnya subjektif dan tidak lengkap. Niat awal menulis status tersebut adalah untuk menenangkan pendukung Ahok, walaupun ternyata caranya salah.
“Sekali lagi saya meminta maaf kepada semua pihak yang saya repotkan karena status saya,” kata Armando.
Sementara itu, Lalu Sani Akbar yang berhalangan hadir menyampaikan permintaan maaf dengan mengirimkan surat pernyataan permintaan maaf yang di bacakan pada forum mediasi tersebut. Selanjutnya, surat pernyataan permintaan maaf dari Ade Armando dan Lalu Sani Akbar diserahkan kepada Hasoloan sebagai perwakilan PN Jakarta Utara. (KY/Noer/Jaya)