Calon Hakim ad hoc Hubungan Industrial Sugeng Santoso: Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Harus Cepat dan Sederhana
calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) Sugeng Santoso saat menjawab pertanyaan dalam wawancara terbuka seleksi calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di MA, Rabu (19/10) di Auditorium Komisi Yudisial (KY), Jakarta

Jakarta (Komisi Yudisial) – Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah. Namun, fakta saat berperkara di Pengadilan Hubungan Industrial menunjukkan sebaliknya. Salah satu penyebab karena keterikatan dengan hukum acara perdata.
 
Pernyataan tersebut diungkapkan oleh calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) Sugeng Santoso saat menjawab pertanyaan dalam wawancara terbuka seleksi calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di MA, Rabu (19/10) di Auditorium Komisi Yudisial (KY), Jakarta.
 
Hadir sebagai pewawancara adalah Anggota KY, mantan Hakim Agung Moh. Saleh, dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto.
 
Pria kelahiran Yogyakarta, 9 Maret 1968 ini mengakui bahwa tantangan menjadi hakim ad hoc Hubungan Industrial ada banyak. Bahkan muncul dari aparat pengadilan itu sendiri. Godaan biasanya muncul menjelang hakim ad hoc Hubungan Industrial akan memutus suatu perkara.
 
“Saya bahkan berinisiatif membuat putusan tanpa bantuan panitera pengganti untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam putusan,” ungkap hakim ad hoc PHI PN Gresik ini.
 
Oleh karena itu, Magister Hukum Universitas Airlangga ini setuju jika KY boleh melakukan pengawasan hingga ke ranah putusan, tidak hanya perilaku.
 
“Dengan melihat apakah putusan telah sesuai dengan peraturan yang ada, hakim akan mendapat penilaian dari luar yang akan menyebabkan hakim tidak sembarangan dalam membuat putusan. Saya setuju ada pihak yang melakukan pengawasan terhadap hakim dari luar,” kata Dosen Luar Biasa di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Surabaya ini.
 
Jika terpilih menjadi hakim ad hoc Hubungan Industrial di MA, ia ingin membenahi sistem hukum antara Pengadilan Hubungan Industrial dan perburuhan yang seringkali kurang diperhatikan di tingkat kasasi.
 
“Jika terpilih, saya akan berusaha agar perkara di Pengadilan Hubungan Industrial prosesnya menjadi lebih cepat. Misalnya dengan perkara dengan putusan niet ontvankelijke verklaard tidak dimungkinkan kasasi, dan menghilangkan proses replik duplik karena saya anggap tidak perlu,” pungkas pria berkaca mata ini.
 
Untuk diketahui, seleksi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Hakim ad hoc Hubungan Indutrial di MA sebanyak 4 orang yang terdiri dari 2  unsur Apindo dan 2 dari unsur Serikat pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait