Calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) Saut Kristianus mengungkapkan permasalahan yang dihadapi Pengadilan Hubungan Industrial
Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) Saut Kristianus mengungkapkan permasalahan yang dihadapi Pengadilan Hubungan Industrial. Saut menjawab pertanyaan salah satu pewawancara dalam wawancara calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di MA, Rabu (19/10) di Auditorium Komisi Yudisial (KY), Jakarta.
Para pewawancara terdiri dari Anggota KY, mantan Hakim Agung Moh. Saleh dan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto.
Menurut Saut, permasalahan pertama pengadilan Hubungan Industrial adalah hukum acara yang ada dalam UU masih belum lengkap dan tersebar di mana-mana. Sehingga hakim harus "jungkir balik" dalam memutus perkara agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kedua, hakim ad hoc Hubungan Industrial memiliki tugas besar untuk menjaga kepercayaan dari masyarakat dalam memutuskan suatu perkara. Sebab jika sampai terjadi kesalahan, kalangan pekerja akan turun ke jalan untuk menuntut keadilan.
Ketiga, pelatihan khusus bagi para hakim ad hoc Hubungan Indutrial terbatas. Bahkan pria kelahiran Lampung, 31 Januari 1968 ini mengaku selama 10 tahun menjadi hakim ad hoc Hubungan Industrial belum pernah mendapat pelatihan dari MA.
“Padahal lahirnya pengadilan Hubungan Industrial karena pengadilan biasa dianggap belum memenuhi rasa keadilan antara pekerja dan pengusaha. Sehingga perlu adanya pengadilan khusus perburuhan. Namun sayang, sampai sampai sekarang masih banyak pihak yang belum mengetahui urgensinya,” ujar Saut.
Untuk diketahui, seleksi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hakim ad hoc Hubungan Industrial di MA sebanyak 4 orang, yang terdiri dari 2 unsur Apindo dan 2 dari unsur Serikat pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). (KY/Noer/Festy)