KY Berikan Atensi Pantau Perkara PBH Terbuka dan Tertutup
Anggota KY Sukma Violetta workshop Pencegahan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) melalui Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan dan Anak Berhadapan dengan Hukum pada Rabu, (06/03/2025) di Jakarta.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Anggota Komisi Yudisial (KY) Sukma Violetta mengungkap bahwa perkara perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) sudah dalam keadaan darurat, karena pelaku pidana terhadap perempuan telah melibatkan orang-orang yang seharusnya melindungi perempuan. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2021 ada 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan rincian 6.480 kekerasan di ranah pribadi atau privat dan 1.731 kekerasan di ranah komunitas.

"Dari banyaknya kasus tersebut, KY dengan dasar hukum yang kuat dapat melakukan pemantauan persidangan pada perkara tersebut. KY diamanahi konstitusi untuk itu, sehingga pimpinan MA menyetujui untuk KY melakukan persidangan tertutup sekalipun," jelas Sukma saat menjadi pembicara dalam workshop Pencegahan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) melalui Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan dan Anak Berhadapan dengan Hukum pada Rabu, (06/03/2025) di  Jakarta.

Sukma menjelaskan urgensi pemantauan PBH oleh KY, yaitu untuk memastikan tidak adanya diskriminasi berdasarkan gender dalam praktik peradilan di Indonesia. Bahkan, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan Perma No. 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum. Pemantauan persidangan, lanjut Sukma, bertujuan mengamati perilaku hakim dalam mengimplementasikan Perma tersebut.

Selain itu, Sukma juga menjelaskan salah satu kendala dalam perkara PBH yaitu sidang yang bersifat tertutup. "Terhadap persidangan yang bersifat tertutup, hanya dapat dilakukan melalui pemantauan tidak langsung melalui surat yang berisi imbauan agar majelis hakim berpedoman pada KEPPH," lanjut Sukma.

Mengatasi kendala tersebut, KY dan MA telah melakukan koordinasi dan MA telah menyampaikan bahwa KY dapat melakukan pemantauan pada persidangan tertutup.  Sukma juga menjelaskan program pencegahan pelanggaran KEPPH lainnya, yaitu peningkatan kapasitas hakim melalui pelatihan tematik PBH dan TPPO.

"Setiap tahun ada kurang lebih 600 hakim yang KY ikutsertakan dalam pelatihan. Pelatihan terdiri dari pelatihan KEPPH, pelatihan peningkatan profesionalisme hakim  pelatihan sertifikasi, dan pelatihan tematik. Pelatihan pada perkara perempuan berhadapan dengan hukum masuk pada pelatihan tematik," pungkas Sukma.

Harapan yang sama juga diutarakan oleh Koordinator Tim Pembaharuan MA Astriyani. Ia menjelaskan bahwa di MA  juga memprioritaskan peradilan perkatra anak dan perempuan sejak tahun 2014. Ia berpendapat, sinergisitas yang optimal antara KY dan MA berpeluang besar karena disatukan dalam tujuannya sama.

"Contohnya pemantauan punya banyak manfaat. Pemantauan yang dilakukan KY bisa jadi instrumen untuk pencegahan KEPPH yang efektif, juga bisa jadi instrumen untuk mencegah miscarriage of justice yang menurut saya sangat penting untuk para pencari keadilan," jelas Astriyani.

Astriyani juga mengajak peserta untuk menaruh perhatian pada tugas KY dalam pelatihan peningkatan kapasitas hakim. Menurutnya, pencegahan KEPPH itu selalu berbicara tentang peningkatan kapasitas hakim.

"Dalam refleksi saya, cara mencegah pelanggaran KEPPH itu pasti berkaitan dengan peningkatan kapasitas hakim. Kalau hakim tidak memiliki skill yang cukup bagaimana mau menghindari KEPPH? Sinergisitas MA dan KY harus tercipta sebab berdasarkan hasil temuan menunjukkan bahwa ketidakcakapan hakim sangat mempengaruhi kepercayaan publik yang menjadi tanggung jawab MA dan KY," pungkas Astriyani. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait