Pemantauan Persidangan Pilkada Butuh Partisipasi Publik
Penata Kehakiman Ahli Muda KY Junaidi Syamfran dalam Training of Trainee (ToT) Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) dan Perkara Pilkada Tahun 2024 di wilayah Bogor dan sekitarnya, Rabu, (11/9/2024) di Bogor, Jawa Barat.

Bogor (Komisi Yudisial) - Pemantauan persidangan perkara Pilkada yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) membutuhkan kolaborasi dengan masyarakat. Pemantauan ini mengamati dan mengumpulkan data untuk menilai penerapan hukum acara, Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), serta kondisi dan layanan pengadilan. 

"Salah satu tujuan melakukan pemantauan adalah mendorong kesadaran masyarakat untuk melakukan pemantauan peradilan agar tercipta peradilan yang fair dan adil, serta terjaganya perilaku hakim," ujar Penata Kehakiman Ahli Muda KY Junaidi Syamfran dalam Training of Trainee (ToT) Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pemantauan Persidangan Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) dan Perkara Pilkada Tahun 2024 di wilayah Bogor dan sekitarnya, Rabu, (11/9/2024) di Bogor, Jawa Barat. 

Khusus pemantauan pada perkara Pilkada, selain KEPPH, pemantauan juga mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 dan Nomor 5 tahun 2017 dan PERMA Nomor 5 dan 6 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Perkara Pemilu di Pengadilan TUN dan Pengadilan Negeri, serta penetapan hakim khusus dalam perkara Pilkada.

"Dari keempat PERMA tersebut kami mengambil intisarinya untuk mengetahui bagaimana proses persidangan, jangka waktu, dan bagaimana penetapan hakim khususnya," tambah Junaidi.

Analis Hukum Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Fadhul Hanif memaparkan peran perempuan dalam pengawasan Pemilu, yaitu adanya SK Ketua Bawaslu tentang Petunjuk Teknis Rekrutmen Pengawas Pemilu yang Berkeadilan Gender.

"Dalam hal pendaftar perempuan Bawaslu Provinsi, Kabupaten/Kota, Panwaslu kecamatan PKD belum sampai 30 % dalam satuan kecamatan, maka pendaftaran diperpanjang. Juga dalam hal terdapat 2 kali kebutuhan yang nilainya sama sementara keterwakilan perempuan belum mencapai 30 %, maka peringkat diberikan kepada perempuan. Jadi, bentuk kolaborasi  Bawaslu dan KY adalah dalam bentuk pemantauan persidangan agar peradilan pemilu berjalan baik itu sangat mungkin karena Bawaslu pun mendorong hal tersebut," ucap Hanif.

Berbeda dengan pandangan Bawaslu, Peneliti Perludem Usep Hasan Sadikin menganggap jalan perempuan menuju berkeadilan gender dalam pemilu masih menemui jalan terjal, sebab 30% keterwakilan perempuan tersebut tidak kunjung terpenuhi.

"Oleh sebab itu, pengawasan partisipatif oleh perempuan penting, tujuannya untuk menguatkan posisi perempuan berdaya secara hukum yang tertuang dalam UU Pilkada dengan istilah pemantau terakreditasi dan partisipasi masyarakat harus terus didorong," pungkas Usep. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait