CHA Muhayah: Putusan Dispensasi Kawin dan Eksekusi Anak Harus Punya Pertimbangan Kuat
Calon hakim agung kamar Agama terakhir yang diwawancara, Kamis (11/7/2024) di Auditorium KY, Jakarta adalah Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda Muhayah.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung kamar Agama terakhir yang diwawancara, Kamis (11/7/2024) di Auditorium KY, Jakarta adalah Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda Muhayah. Calon ditanya mengenai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin. Perma ini mengatur standar pemeriksaan perkara dispensasi kawin yang diharapkan dapat menekan pernikahan usia dini. 

Dalam Perma ini, standar pemeriksaan di dalam perkara dispensasi kawin menggunakan tata cara yang lebih khusus. Pertama dalam memeriksa tidak menggunakan atribut. Kemudian memberikan nasihat dan melibatkan orang tua dari anak yang akan dinikahkan. Adanya Perma ini memberikan regulasi penekanan tentang bagaimana menghindarkan pernikahan dini. 

“Usulannya peningkatan perbaikan di tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, dan kultur budaya. Di mana ketika di tingkat ekonomi anak menikah usia dini, konsekuensinya suami harus bisa mempertanggungjawabkan diri (secara ekonomi) sebagai suami,” jelas Muhayah.

Hakim dalam memeriksa dispensasi kawin punya standar yang jelas. Seorang hakim dalam memberikan pertimbangan putusan akan mengkonstatir, mengkualifisir, dan mengkonstituir. Artinya, dalam memberikan pertimbangan hukum, maka harus memberikan pertimbangan yang sesuai dengan fakta hukum dan bukti-bukti pendukung.

“Sehingga dispensasi kawin itu dikabulkan atau tidak dikabulkan, tentunya harus punya dasar pertimbangan yang begitu kuat,” beber Muhayah.

Muhayah juga memberikan pandangan pada kasus hak anak jatuh ke tangan ayah padahal masih kecil, dan ibu dituduh menculik anak. Muhayah mengaku telah beberapa melakukan eksekusi terhadap anak. Dalam menjalankan norma harus menggunakan pendekatan persuasif. Dalam penetapan eksekusi anak, pertimbangan harus berdasarkan prinsip _The best interests of the child_.

Calon melanjutkan, kepentingan anak harus diutamakan karena ibu dan bapak tidak mungkin mau berpisah dengan anak. Dalam eksekusi, anak sering menjadi korban, sehingga memberikan dampal negatif psikologis tumbuh kembang anak.

“Sehingga terjadi anak diculik ibu, karena seorang ibu tidak mungkin membiarkan anaknya tanpa kasih sayang. Ibu lah yang mengandung, melahirkan, dan menyusui. Dalam kasus seperti ini, maka harus betul-betul kita memberikan suatu nilai keadilan yang arif dan bijaksana,” pungkas Muhayah. (KY/Noer/Festy)

 


Berita Terkait