Jakarta (Komisi Yudisial) – Dalam diskusi Eksaminasi Putusan dalam rangka Peningkatan Kapasitas Hakim untuk Mewujudkan Peradilan Bersih pada Rabu (11/09) yang dilaksanakan oleh Komisi Yudisial (KY), Guru Besar Universitas Parahyangan Johanes Gunawan setuju KY melakukan eksaminasi putusan hakim.
Di Belanda, putusan hakim akan diminta diteliti oleh Fakultas Hukum yang kredibel dalam bentuk anotasi. Catatan atau anotasi adalah komentar hukum terhadap putusan pengadilan, putusan hakim atau pengadilan dalam jurnal yurisprudensi seperti Jurisprudensi Belanda, Hukum Administratif AB, JAR atau Panduan Praktik. Hal ini dilakukan oleh anotator, biasanya spesialis independen, profesor yang telah memperoleh kepakaran dalam bidang hukum tertentu.
Guru Besar di Belanda diwajibkan untuk membuat anotasi putusan hakim. Bahkan anotasi tersebut lebih dijadikan pedoman dibandingkan peraturan perundangan-undangan di Belanda untuk kasus yang mirip. Hal tersebut dapat dilakukan di negara yang menganut common law, apalagi jika diterapkan di Indonesia yang tidak condong ke salah satu sistem hukum.
“Saya mendorong KY tetap melakukan eksaminasi putusan hakim, dan harus dilakukan secara intensif juga. Jangan hanya melibatkan para ahli, tapi juga berbagai Fakultas Hukum di Indonesia. Jangan pula diterbitkan, sebab terbitan penelitian putusan hakim itu banyak di Belanda,” beber Johanes Gunawan.
Johanes Gunawan dalam kesempatan tersebut mengkritik trend yang terjadi belakangan ini terkait proses persidangan. Masyarakat sering melihat TV Swasta membahas perkara yang sedang dalam proses persidangan. Padahal seharusnya hal tersebut tidak boleh dilakukan, apalagi dalam berbagai kesempatan narasumbernya malah hakim sendiri.
“Hakim yang seperti itu berarti pendidiknnya tidak beres, karena tidak mengerti kapasitasnya sebagai hakim. Hal tersebut perlu dibenahi berasama oleh MA dan KY. Kapasitas hakim ditingkatkan melalui knowledge-nya, hatinya bisa dijaga dengan meningkatkan kesejahteraannnya agar tidak silau,” pungkas Johanes Gunawan. (KY/Noer/Festy)