Jakarta (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) hadir sebagai pengawas hakim agar tidak terjadi kesewenangan dalam penyelenggaraan peradilan di Indonesia. Maka itu jika masyarakat melihat ada indikasi pelanggaran, hal tersebut dapat dilaporkan dengan menyertakan bukti yang kuat. Dapat juga meminta KY untuk melakukan pemantauan. Jika KY memang menemukan ada kesalahan, maka KY akan memprosesnya.
Demikian cuplikan materi yang disampaikan Totok Wintarto, saat menerima kunjungan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo di Komisi Yudisial (KY). Rombongan yang berjumlah sekitar 146 mahasiswa dengan pimpinan rombongan Ismail Tomu serta didampingi 5 dosen pengajar mata kuliah pidana, perdata dan TUN, diterima di Auditorium KY, Selasa (12/4).
“Yang harus diingat, kewenangan KY adalah perilaku hakim, bukan menyangkut isi putusan hakim,” jelas Totok.
Dalam upaya pencegahan terjadinya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) KY menggelar kegiatan pelatihan kepada para hakim. Demikian juga untuk menjalankan tugas pengawasan hakim, KY meningkatkan sarana dan prasarana kelengkapan tugasnya.
“Sekarang setiap bukti rekaman, foto dan video kita masukan ke laboratorium sebelum dijadikan alat bukti, agar validitasnya dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Totok.
Pria berkacamata ini menceritakan, bahwa dalam menjalankan tugasnya untuk mengawasi hakim, KY seringkali mengalami rintangan yang tidak sedikit. Misalnya pernah ada hakim saat diperiksa oleh KY dengan bukti foto dan video, hakim tersebut mengakui.
Namun pada saat diajukan ke Majelis Kehormatan Hakim, hakim tersebut membantah seluruh pengakuannya. Sayangnya, pada masa itu KY tidak merekam pengakuan hakim tersebut untuk dijadikan sebagai salah satu alat bukti.
"Belajar dari pengalaman tersebut, KY mulai berbenah dalam melakukan tugasnya, dengan peningkatan sarana kerja yang pendukung," pungkas Totok. (KY/Noer/Titik)