Kunjungan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (06/08)
Jakarta (Komisi Yudisial) – Kunjungan ratusan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bengkulu ke Komisi Yudisial (KY), Selasa (06/08) pagi itu tampak semarak. Para peserta aktif bertanya soal KY, termasuk pertanyaan mengenai kedudukan rekomendasi sanksi KY yang sering tidak dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA).
“Perlu dicatat, KY hanya dapat memberikan rekomendasi sanksi kepada MA, dan tidak dengan wewenang eksekusi karena UU juga yang mensyaratkan demikian,” kata Tenaga Ahli KY Imran menjawab pertanyaan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, salah satu mahasiswa juga menanyakan apakah oknum hakim dapat didampingi oleh penasihat hukum apabila diperiksa KY karena dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Menurut Imran, jika perkara hukum, maka hakim dapat didampingi oleh penasihat hukum.
“Tapi apabila terkait etik dan mengharuskan diadakan sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH), maka oknum hakim tersebut didampingi pembela yang merupakan perwakilan dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI). Tapi selama ini, dalam proses pemeriksaan di KY, belum pernah ada oknum hakim yang didampingi oleh advokat,” tutur Imran.
Dalam audiensi tersebut, hal lain yang menarik perhatian peserta adalah kedudukan hakim konstitusi. Selain KY tidak dapat melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi, peserta juga menyoroti rekrutmen hakim konstitusi perwakilan MA yang tertutup.
Imran sendiri menganggap hal tersebut agak aneh, sebab hakim konstitusi dari MA saat ini merupakan hakim tinggi. Apabila masa tugasnya sebagai hakim konstitusi berakhir, maka ketiga hakim tersebut kembali menjadi hakim tinggi di MA.
“Secara kedudukan terlihat sedikit aneh, karena misalnya Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini merupakan perwakilan MA, yang secara kedudukan sama tinggi dengan Presiden dan Ketua MA. Begitu selesai menjadi hakim konstitusi, beliau kembali menjadi hakim tinggi yang secara kedudukan jauh dengan hakim agung. Jadi ada ketidakseimbangan aturan disini,” pungkas Imran. (KY/Noer/Festy)