Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi dihadapan sekitar 800 mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Ponorogo pada Studium Generale Konstribusi Komisi Yudisial dalam Mewujudkan Hakim Adil dan Berintegritas, Kamis (21/3)
Ponorogo (Komisi Yudisial) - Gagasan awal munculnya Komisi Yudisial (KY) datang dari para hakim. Hal itu ditandai dengan pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH) yang dimaksudkan untuk mendapatkan hakim yang jujur, merdeka, berani mengambil keputusan dan bebas dari pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar.
Hal tersebut disampaikan Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi pada Studium Generale Konstribusi Komisi Yudisial dalam Mewujudkan Hakim Adil dan Berintegritas di Aula Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, Kamis (21/3).
Dihadapan sekitar 800 mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Farid menjelaskan latar belakang lahirnya KY. Ide awal pembentukan lembaga pengawas hakim, sudah ada sejak tahun 1968, yaitu pada saat MA mengusulkan pembentukan Majelis Pertimbangan Penelitian Hakim (MPPH).
“Kehadiran KY yang pada intinya untuk meningkatkan checks and balances terhadap lembaga peradilan. Tujuan dari check and balances itu adalah untuk meminimalisir kesewenang-wenangan lembaga tersebut,” jelas Farid.
Farid menegaskan, KY bukan lembaga penegak hukum, ini yang sering keliru di masyarakat. KY itu kewenangannya mengawasi etika hakim.
“KY tidak dapat merubah putusan. KY berada di ranah perilaku,” tegas mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara ini.
Berkaitan dengan hakim adil dan berintegritas, menurut Farid, dalam rangka mencari hakim agung, KY ingin mendapatkan sosok hakim yang paripurna.
Bagi profesi hakim, sistem etika merupakan inti yang melekat pada profesi hakim, sebab ia adalah kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral. Sistem etika menuntun hakim untuk berintegritas dan profesional.
“KY tidak ada limit waktu untuk menelusuri integritas hakim, makanya kalau ingin jadi hakim maka jaga integritas dari sekarang,” tegas Farid.
Oleh karena itu Farid mengajak mahasiswa Fakultas Hukum IAIN untuk tidak melanggar peraturan dan etika yang berlaku kalau kelak akan menjadi hakim agung.
“KY mempunyai mekanisme cek integritas dalam seleksi calon hakim agung. Cek integritas yang dilakukan KY secara menyeluruh dari segala aspek,” jelas Farid.
Diakhir paparannya, Farid menjelaskan jenis-jenis rekomendasi sanksi yang diberikan KY terhadap pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“KY hasil putusannya bersifat usulan berbentuk rekomendasi. Ada sanksi ringan, sanksi sedang dan sanksi berat,” pungkas Farid. (KY/Jaya)