Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi dalam Sinergisitas KY dengan media massa, Kamis (19/10) di Bogor.
Bogor (Komisi Yudisial) - Isu pemberitaan Komisi Yudisial (KY) tidak hanya soal pengawasan hakim dan seleksi calon hakim agung. Kinerja KY lainnya juga layak menjadi bahan pemberitaan media. Di antaranya, pemantauan persidangan, advokasi hakim dan peningkatan kapasitas hakim.
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi meyakinkan hal itu kepada wartawan dalam Sinergisitas KY dengan media massa, Kamis (19/10) di Bogor.
Pengawasan hakim merupakan isu utama yang menjadi mayoritas pemberitaan KY di media. Kemudian pemantauan persidangan sebenarnya juga menjadi isu yang menatik merupakan upaya pencegahan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
“Yang kurang diketahui, saat KY melakukan pemantauan persidangan, KPK seringkali ikut hadir. Misalnya dalam kasus OTT Medan, KPK hadir melakukan pemantauan bersama KY dalam kasus terkait. Cuma hakim banyak yang tidak tahu bahwa ada pengawasan yang terbuka dan tertutup. KY melakukan pemantauan terbuka, sedangkan KPK tertutup. Itu yang kami ingatkan kepada hakim dalam sinergisitas antara KY, MA, dan KPK, bahwa menjaga perilaku harus tetap dilakukan baik di dalam maupun di luar sidang,” jelas Farid.
Terkait seleksi calon hakim agung (CHA) ada pertanyaan mengapa CHA yang terkenal berprestasi tidak lolos. Farid menjamin pasti ada alasan mengapa CHA tidak lolos dalam tahap seleksi yang tidak bisa KY buka.
“Tidak semua data CHA kami buka, karena ada data yang berasal dari KPK atau PPATK. Ada juga yang terkait integritas dan asusila, di mana kita sulit membukanya,” buka Farid.
Peningkatan kapasitas hakim dilakukannya misalnya dalam bentuk pelatihan. Untuk advokasi, KY sudah banyak membantu hakim saat berhadapan dengan hukum, namun bukan terkait OTT. Misalnya serbuan massa saat hakim bersidang.
Farid menambahkan bahwa eksistensi pers sudah niscaya. Media massa dibutuhkan karena dapat memberikan dorongan. Misalnya dari sekian banyak rekomendasi KY, banyak yang tidak dijalankan. Jika tidak ada ekspos media, maka bisa tambah banyak yang tidak dijalankan rekomendasinya.
“Bantuan ekspos dari media sangat membantu jika terjadi pelanggaran etik, karena MA akan lebih cepat merespon. Ada banyak kasus di mana pelanggaran etik baru diperiksa oleh KY, tapi ternyata diekspos media duluan, MA akhirnya gerak cepat memeriksa dan memberikan sanksi,” beber Farid.
Pada kesempatannya berbicara, wartawan Antara Joko Susilo menegaskan pentingnya KY dan media massa untuk sinergi. Ia juga berharap agar Forum Jurnalis KY (Forjuky) dapat kembali aktif dan berperan dalam peradilan bersih.
Lebih lanjut Joko mengajak wartawan untuk ikut dalam mewujudkan peradilan bersih. "Penting bagi media untuk tidak sekedar menulis berita di awal kejadian, tapi ada follow up. Misalnya terkait putusan rekomendasi sanksi KY, apakah sudah dijalankan oleh MA atau tidak," pungkasnya (KY/Noer/Festy)