Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan KY Sumartoyo saat memberikan keynote speech sekaligus membuka acara Diskusi Publik dengan tema “Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim dan Upaya Penegakan Hukumnya”.
Pontianak (Komisi Yudisial) – Sebagai lembaga yang memiliki tugas menjaga marwah dan martabat hakim, Komisi Yudisial (KY) aktif melakukan program pencegahan seperti advokasi hakim. Namun, program-program itu sering luput dari pemberitaan media karena media lebih tertarik dengan fungsi pengawasan terhadap hakim.
KY memiliki wewenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Tapi yang menonjol itu tugas pengawasan, padahal KY juga sudah banyak usaha dalam rangka menjaga hakim misalnya melalui advokasi. Sayangnya hal itu jarang dipublikasikan,” kata Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan KY Sumartoyo saat memberikan keynote speech sekaligus membuka acara Diskusi Publik dengan tema “Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran Martabat Hakim dan Upaya Penegakan Hukumnya”, Kamis (30/8) di Pontianak.
Menurut Sumartoyo, bentuk-bentuk advokasi yang pernah dilakukan KY antara lain KY pernah melakukan advokasi terhadap hakim yang mendapat penganiyaan oleh oknum polisi saat hakim tersebut pulang ke rumahnya di Medan. Walaupun sebenarnya hakim itu tidak bertugas di Medan.
"KY hadir menjaga hakim, baik saat bertugas maupun tidak," tegas Sumartoyo.
Selain itu, KY juga aktif berkoordinasi dengan media untuk mempublikasikan pengabdian dan kinerja hakim. Misalnya, ada hakim yang meninggal karena kelelahan karena sidang yang padat. Masyarakat harus paham bahwa hakim memiliki tugas yang berat.
"Ada banyak hakim yang memiliki integritas kerja yang tinggi. Cuma masyarakat tidak tahu, hanya bisa menilai jelek karena ulah oknum. Oleh karena itu KY merasa berkewajiban masyarakat harus tahu. Hakim itu silent job, maka KY yang harus memperjuangkan mereka,” beber mantan advokat ini.
Untuk itu, lanjut Sumartoyo, masyarakat harus berperan serta dalam menghindari penghinaan terhadap peradilan atau contempt of court. Ada tiga dimensi di mana masyarakat harus menjaga martabat peradilan. Pertama, saat proses peradilan. Kedua, terhadap hakim baik di dalam maupun di luar proses persidangan. Ketiga, penghinaan terhadap hakim. Contempt of court tidak hanya berlaku bagi para pencari keadilan, namun hakim juga dapat mendapat sanksi jika melanggar. Bahkan sanksinya ditambah lebih berat dan diikuti sanksi administratif.
“Permasalahannya sekarang ini, masyarakat bahkan akademisi hukum tidak sadar telah menghina hakim atau peradilan. Jika kecewa terhadap suatu putusan, boleh saja diungkapkan tetapi harus dengan baik. Jika melanggar etik, silahkan dilaporkan ke KY,” ujar Sumartoyo.
Sekadar informasi, diskusi publik ini dilakukan di enam daerah. Tujuannya agar masyarakat mengetahui dan memahami bagaimana bersikap di peradilan dan kepada hakim agar tidak terjadi perbuatan yang masuk kategori merendahkan peradilan atau contempt of court.
Hadir sebagai narasumber adalah Anggota KY Sumartoyo, KPT Pontianak Suripto, Direskrimun Polda Kalbar Kombespol Arif Rachman, Dosen FH Universitas Tanjungpura Parulian Siagian, dan Koordinator PKY Kalbar Budi Darmawan sebagai moderator. Peserta berasal dari kalangan aparat penegak hukum, perwakilan pemerinrah daerah, mahasiswa, dan masyarakat umum. (KY/Noer/Festy)