Diskusi dan Bedah Buku “Mencari Sosok Ideal Hakim Agung Indonesia” dengan pembicara Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial Sunarto, dan Anggota KY Periode 2005-2010 Mustafa Abdullah.
Palembang (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) telah menggelar seleksi calon hakim agung (CHA) sejak tahun 2006. Usaha dalam mencari sosok hakim agung ideal ternyata tidak mudah. Sebagai Wakil Tuhan di bumi, CHA harus memiliki kapasitas, bersikap profesional dan berintegritas.
Hal itu menjadi salah satu pembahasan penting dalam Diskusi dan Bedah Buku “Mencari Sosok Ideal Hakim Agung Indonesia” dengan pembicara Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari, Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial Sunarto, dan Anggota KY Periode 2005-2010 Mustafa Abdullah.
Di awal diskusi, Mustafa Abdullah memaparkan sejarah berdirinya KY dan tahap awal pelaksanaan seleksi CHA. “Salah satu CHA produk pertama KY yang diajukan kepada DPR adalah Muhammad Hatta Ali yang saat ini menjadi Ketua MA,” kata Mustafa Abdullah.
Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial Sunarto yang juga hasil seleksi KY ikut berbagi pengalaman saat menjalani seleksi. Ia mengungkapkan, selain kapasitas dan integritas, maka seorang hakim agung harus memiliki pengalaman yang mumpuni. Hal tersebut dapat dilihat pada saat hakim mengaplikasikan ilmunya dalam menyidangkan suatu perkara. Kadang kala ada hakim yang pintar, namun kurang komunikatif dalam bersidang.
“Ada pepatah ilmu dan iman harus integral di dalam diri hakim. Ilmu tanpa iman, ibarat pelita di tangan pencuri, dan iman tanpa ilmu ibarat pelita di tangan bayi. Yang pasti setiap hakim bercita-cita untuk mencapai puncak karier, yaitu hakim agung. Hanya hakim yang profesional dan jujur yang dapat menjadi hakim agung," ujar Sunarto.
Menegaskan apa yang disampaikan kedua pembicara sebelumnya, Aidul Fitriciada Azhari menyampaikan status hakim saat ini adalah pejabat negara, walaupun belum semua fasilitasnya seperti pejabat negara. Oleh karena itu, hakim di semua tingkat harus bersikap profesional dan berintegritas tanpa cela.
“Integritas sangat diperlukan. Sering kali ada hakim yang pintar, namun integritasnya jelek. Begitupun sebaliknya,” pungkas Aidul. (KY/Agus/Noer)